Bagikan:

JOHOR BARU – Pemerintah Indonesia berupaya menjamin perlindungan status WNI atau keturunan Indonesia di berbagai negara bagi undocumented citizens yang diperlukan untuk menunjukkan status kewarganegaraannya.

Salah satunya dengan mempersiapkan kerangka hukum dalam bentuk Rancangan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (R-Permenkumham) tentang Tata Cara Penegasan Status Kewarganegaraan Republik Indonesia bagi Warga Negara Indonesia di Luar Wilayah Negara Republik Indonesia.

"Peraturan teknis ini nantinya akan menjadi dasar hukum bagi Perwakilan RI di luar negeri, untuk melakukan analisis dan pemeriksaan dalam menentukan penegasan status kewarganegaraan bagi WNI dan anak-anak tanpa dokumen (undocumented)," kata Dirjen Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Cahyo R Muzhar saat membuka Rakor Penyusunan Pedoman Penegasan Status Kewarganegaraan Republik Indonesia bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di Luar Wilayah Negara Republik Indonesia, di Johar Baru, Malaysia 7 Mei lalu.

Dalam rakor itu, Cahyo mengapresiasi penyusunan rancangan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (R-Permenkumham) ini disambut baik oleh sejumlah Perwakilan RI. Selain Perwakilan RI se-Malaysia, kegiatan juga dihadiri oleh wakil dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Riyadh, KBRI Bandar Seri Begawan, KJRI Penang, KJRI Kuching, KJRI Jeddah, KJRI Davao, dan Konsulat Republik Indonesia (KRI) Tawau.

“Kami bersyukur atas adanya masukan dari berbagai Perwakilan RI untuk memperkaya substansi dalam R-Permenkumham ini. Sesuai arahan Menteri (Hukum dan Hak Asasi Manusia), penyusunan regulasi ini perlu percepatan," ucapnya dalam keterangan yang diterima redaksi, Senin 13 Mei.

Selama ini, Perwakilan RI sudah melakukan penegasan status Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri, tetapi belum terdapat dasar hukumnya. Sehingga diperlukan peraturan dalam bentuk Permenkumham.

“Pertama, Permenkumham ini bertujuan sebagai legal basis Perwakilan RI dalam melaksanakan penegasan status WNI di luar negeri. Kedua, sebagai pedoman bagi Perwakilan RI dalam penegasan status, namun tidak terlalu detail karena yang lebih memahami special circumstances di negara masing-masing adalah Perwakilan,” ujarnya.

Selain itu, dalam kerangka perlindungan status kewarganegaraan oleh negara, Cahyo juga menegaskan pentingnya Pemerintah melakukan upaya revisi atas Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh Kehilangan Pembatalan dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia (PP No. 21 Tahun 2022). Ia menilai bahwa PP No. 21 Tahun 2022 perlu diperpanjang masa berlakunya sampai dengan 5 (lima) tahun untuk mengakomodir anak yang belum sempat mendaftar karena masa berlaku Peraturan Pemerintah tersebut akan berakhir pada 31 Mei 2024.

Cahyo juga mengutarakan perhatiannya terhadap anak yang lahir dari orang tua yang jelas-jelas WNI, namun tidak pernah tinggal di Indonesia selama 5 (lima) tahun berturut-turut atau 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut, padahal sesungguhnya ingin menjadi WNI.

“Bagaimana dengan anak dari ayah dan ibu WNI, yang mendapatkan kewarganegaraan asing karena lahir di luar negeri, namun tidak sempat tinggal di Indonesia selama 5 atau 10 tahun? Secara otomatis ia menjadi (warga negara) asing, padahal ingin menjadi WNI, ini juga perlu menjadi isu yang perlu di-address dalam revisi PP No. 21 Tahun 2022,” tuturnya.

Hal tersebut merupakan perwujudan kewajiban negara dalam menjamin hak dasar manusia (basic rights) sebagaimana diatur dalam UUD NKRI 1945 yang antara lain meliputi aspek keselamatan, keamanan, kesejahteraan, hingga hak fundamental lain seperti jaminan kesehatan dan pendidikan.

Lebih jauh dirinya menambahkan, R-Permenkumham ini nantinya akan mengatur alur teknis pemberian Surat Keterangan Status Kewarganegaraan Republik Indonesia (SKSK RI) yang merupakan dokumen tertulis yang berisi keterangan mengenai penegasan status kewarganegaraan RI.

“Adapun SKSK ini akan diterbitkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan diproses secara elektronik oleh sistem teknologi informasi yang akan dibangun oleh Ditjen AHU,” ujarnya.

Cahyo juga menjelaskan, nantinya setiap Perwakilan akan diberikan akses elektronik untuk mengajukan permohonan SKSK sekaligus melakukan pemeriksaan dan analisis dari setiap permohonan sebelum di-submit ke aplikasi elektronik Ditjen AHU. Setelah dilakukan pemeriksaan dan analisis oleh Perwakilan, jika memang pemohon yang bersangkutan memang dinilai memenuhi kriteria sebagai WNI, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia akan menerbitkan SKSK RI.

“Permohonan penegasan status WNI yang semula belum memiliki dasar hukum yang jelas dan dilakukan secara manual, menjadi memiliki landasan hukum yang jelas dan dapat diproses dengan lebih mudah dengan adanya peraturan ini,” terangnya.

Sementara itu, Direktur Tata Negara Baroto, mengaku banyak ditemukan permasalahan Warga Negara Indonesia (WNI) yang tidak memiliki dokumen (undocumented) dan bukti kewarganegaraan di luar wilayah negara Republik Indonesia. Antara lain wilayah Malaysia, Filipina, Arab Saudi dan Timor Leste yang menghadapi banyaknya jumlah WNI baik kategori usia dewasa maupun anak-anak yang tidak dapat menunjukkan dokumen identitas kewarganegaraannya seperti paspor maupun Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP).

“Permasalahan tersebut bermula dari kedatangan Warga Negara Indonesia (WNI) secara ilegal ke negara tersebut, melakukan perkawinan secara tidak sah dan melahirkan keturunan, tidak memiliki dokumen, dan status kewarganegaraan yang jelas sehingga berdampak pada sulitnya memperoleh akses fasilitas dari negara terkait, serta berpotensi kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia karena telah tinggal di luar negeri selama lebih dari 5 (lima) tahun namun tidak melaporkan diri ke kantor perwakilan Republik Indonesia,” ucapnya.