Bagikan:

JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) disebut meminta Rp12 miliar untuk menerbitkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk Kementerian Pertanian (Kementan). Namun, hanya disanggupi Rp5 miliar.

Hal itu terungkap berdasarkan keterangan Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan), Hermanto, yang menjadi saksi dalam persidangan kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi dengan terdakwa Syahrul Yasin Limpo, Kasdi Subagyono, dan Muhammad Hatta.

Berawal saat jaksa penuntut umum (JPU) mempertanyakan tindak lanjut Kementan atas permintaan BPK senilai Rp12 miliar untuk menerbitkan predikat WTP.

"Akhirnya apakah dipenuhi semua permintaan Rp12 miliar itu atau hanya sebagian yang saksi tahu?" tanya jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 8 Mei

Hermanto lantas menyatakan dari informasi yang didapatnya, permintaan BPK tersebut tidak dipenuhi seluruhnya. Sebab, hanya dibayarkan sekitar Rp5 miliar.

"Enggak, kita tidak penuhi. Saya dengar tidak dipenuhi. Saya dengar mungkin enggak salah sekitar Rp5 miliar atau berapa. Yang saya dengar-dengat," sebut Hermanto.

"Saksi dengarnya dari siapa?" tanya jaksa yang kemudian dijawab Hermanto "Pak Hatta,".

Kendati demikian, Hermanto menyebut tak mengetahui mengenai proses pemberian uang tersebut. Sebab, informasi perihal itu didapat setelah semuanya selesai.

"Hanya dipenuhi Rp5 miliar dari permintaan Rp12 miliar. Saksi mendengarnya setelah diserahkan atau bagaimana pada saat cerita Pak Hatta kepada saksi?" tanya jaksa.

"Sudah selesai. Saya enggak tahu proses penyerahannya kapan, dari mana uangnya," sebut Hermanto

Jaksa kemudian menanyakan sumber uang yang digunakan. Hermanto tak mengetahuinya secara detail tapi disebut berasal dari vendor.

"Itu kan saksi tahunya Pak Hatta yang urus Rp5 miliar itu? Pak Hatta dapat uangnya dari mana?" tanya jaksa.

"Vendor," kata Hermanto.

Sebelumnya diberitakan, Kementan mengalami kendala untuk mendapatkan predikat WTP dari BPK. Sebab, dari proses audit program food estate Kementan ditemukan banyak permasalahan.

"Yang menjadi konsen itu yang food estate, yang sepengetahuan saya, ya, pak. Mungkin ada, yang besar itu food estate kalau enggak salah dan temuan-temuan lain lah. Yang lain secara spesifik saya enggak hapal," sebut Hermanto.

"Misal contoh satu, temuan food estate itu kan temuan istilahnya kurang kelengkapan dokumen ya, kelengkapan administrasinya. Istilah di BPK itu BDD, bayar di muka. Jadi, itu yang harus kita lengkapi, dan itu belum menjadi TGR. Artinya ada kesempatan untuk kita melengkapi dan menyelesaikan pekerjaan itu," sambung Hermanto.

Hingga akhirnya, ada permintaan uang dari BPK senilai Rp12 miliar agar predikat WTP tetap diterbitkan untuk Kementan.