Bagikan:

JAKARTA - Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Republik Indonesia disebut meminta uang Rp12 miliar agar Kementerian Pertanian (Kementan) mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP).

Hal itu disampaikan eks Sekjen Kementan, Kasdi Subagyono, saat menjadi saksi mahkota untuk Syahrul Yasin Limpo atau SYL dan mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan), Muhammad Hatta di persidangan kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi.

Bermula saat hakim anggota mempertanyakan perihal pertemuan pejabat Kementan dengan BPK, termasuk tujuan di baliknya.

“Berapa kali saudara atau anak buah saudara bertemu dengan pihak BPK dalam rangka mengamankan temuan laporan keuangan?” tanya hakim dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 19 Juni.

"Dalam rangka mengamankan laporan temuan laporan keuangan?" sambungnya.

Kasdi mengamini adanya pertemuan dengan BPK tersebut. Kemudian menyampaikan diawali dengan SYL serta seluruh eselon I menggelar rapat bersama di lembaga pemeriksa keuangan tersebut.

"Pada saat itu pertama ada rapat dengan BPK, antara Pak Menteri dan seluruh eselon I datang ke sana, kemudian ada pembicaraan empat mata, saya tidak tahu isinya," ucap Kasdi.

"Antara?" tanya hakim yang kemudian dijawab Kasdi pertemuan empat mata antara SYL dengan anggota IV BPK, Haerul Saleh.

"Antara Pak Menteri dengan Anggota IV," sebut Kasdi.

"Siapa namanya?" tanya hakim memastikan.

"Pak Haerul Saleh," jawab Kasdi.

Lalu, di hadapan majelis hakim, Kasdi menyampaikan seluruh eselon I diminta untuk mengantisipasi temuan BPK. Khususnya mengenai WTP.

"Nah kemudian setelah itu, kami diminta untuk antisipasi terkait dengan WTP ini, maka itu saya koordinasikan dengan eselon I, Yang Mulia," sebut Kasdi.

"Oke, lalu kemidian upaya pengamanan temuan itu kemudian darimana?" tanya hakim.

"Pada saat posisi itu yang saya pahami memang ada beberapa yang sudah terjadi pertemuan antara Dirjen PSP dengan satu orang auditor, stafnya di BPK, Pak Victor namanya kalau saya tidak salah. Itu sudah bertemu," jawab Kasdi

"Pada saat itu, dari situlah saya dapat info dari Dirjen PSP ada permintaan uang, permintaan uang sejumlah Rp 10 miliar. Awalnya Rp 10 miliar, kemudian tambah dua menjadi Rp 12 miliar," sambungnya.

"Untuk?" tanya Hakim memastikan yang dijawab Kasdi "Untuk mengamankan supaya mendapat WTP,".

Dalam perkara ini, SYL didakwa melakukan pemerasan hingga Rp44,5 miliar selama periode 2020-2023.

Perbuatan ini dilakukannya bersama-sama dengan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta.

Uang ini digunakan untuk kepentingan istri dan keluarga Syahrul, kado undangan, Partai NasDem, acara keagamaan, carter pesawat hingga umrah dan berkurban. Selain itu, ia turut didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp40,6 miliar sejak Januari 2020 hingga Oktober 2023.