YOGYAKARTA - Maskawin atau mahar menjadi salah satu syarat pernikahan dalam ajaran Islam. Mempelai pria memberikan mahar kepada mempelai wanita ketika prosesi akad nikah. Anjuran ini termuat dalam Al-Qur’an surat An Nisa Ayat 4.
وَءَاتُوا۟ ٱلنِّسَآءَ صَدُقَٰتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَىْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيٓـًٔا مَّرِيٓـًٔا
Artinya: "Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya".
Fungsi mahar dalam pernikahan dijelaskan dalam Al-Qur’an dan hadis, yakni sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan bagi wanita yang dipinang. Pemberian mahar ini juga sebagai bentuk tanggung jawab dari pengantin pria untuk hidup bersama dengan wanita pilihannya.
Jika calon suami tidak menyerahkan mahar maka pernikahan tersebut menjadi tidak sah. Mahar yang bisa diberikan oleh pihak pria bisa dalam bentuk barang dan uang. Namun kebanyakan mempelai pria memberikan maskawin berupa emas. Di samping itu, ada beberapa jenis mahar yang dilarang dalam Islam.
Mahar yang Dilarang dalam Islam untuk Pernikahan
Sebelum menjalani prosesi pernikahan, seorang pria harus mempersiapkan mahar terlebih dahulu. Pemilihan bentuk maskawin juga tidak boleh sembarangan atau asal-asalan. Ada beberapa mahar yang harus dihindari karena tidak diperbolehkan dalam ajaran Islam.
Dalam buku Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtashid Jilid 2: Referensi Lengkap Fikih Perbandingan Madzhab karya Ibnu Rusyd yang diterjemahkan oleh Al MAs’udah, disebutkan beberapa jenis mahar yang dilarang dalam agama Islam sebagai berikut:
Mahar Benda Terlarang
Mahar benda terlarang yang dimaksud adalah pemberian dalam bentuk khamr (minuman keras), babi, buah-buahan yang belum matang, atau unta yang terlepas. Jika mahar terdiri dari hal-hal tersebut, sah atau tidaknya akadnya dapat diperdebatkan.
Sebagaimana Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa akad tetap sah meskipun terdapat mahar mitsil. Namun Imam Malik berpendapat sebaliknya bahwa akad tersebut akan rusak dan batal jika memakai bentuk-bentuk mahar tersebut, baik bagi istri yang sudah digauli atau belum.
Mahar Bercampur dengan Jual Beli
Pemberian mahar yang di dalamnya ada unsur perdagangan atau jual beli maka juga dianggap tidak sah untuk pernikahan. Misalnya pada kasus saat istri menyerahkan budak lelaki pada suaminya dan suaminya membayar seribu dirham sebagai mahar untuk istri, tetapi dalam pembayaran tersebut juga termasuk harga untuk budak tersebut.
Mahar yang Cacat
Imam Syafi'i menyatakan bahwa seorang istri dapat meminta kompensasi jika maharnya cacat, meskipun ia juga berpendapat bahwa istri dapat meminta mahar mitsil. Pendapat dari mazhab Maliki menyatakan bahwa istri dapat meminta mahar dalam bentuk barang yang serupa.
Mahar Titipan untuk Ayah Pihak Perempuan
Dalam konteks ini, jika seorang pria menikahi seorang wanita dan menetapkan syarat bahwa dalam maharnya harus ada pemberian untuk ayah dari wanita tersebut. Bentuk pemberian mahar ini seakan-akan seperti seorang wakil dalam transaksi jual beli yang menjual barang dan menetapkan syarat pemberian untuk keuntungannya. Oleh karena itu, pernikahan semacam itu tidak boleh dilakukan.
Mahar yang Memberatkan
Mahar yang memberatkan juga tidak disarankan dalam ajaran Islam. Menurut Buku Pintar Fikih Wanita karya Abdul Qadir Manshur, mahar sebenarnya bukanlah tujuan utama dalam pernikahan. Melainkan hanya sebagai lambang dari ikatan cinta dan kasih sayang
Pernikahan dengan mahar yang ringan justru dianggap dapat membawa berkah dalam kehidupan rumah tangga. Seperti yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Aisyah, Rasulullah SAW menyatakan, "Pernikahan yang paling penuh berkah adalah yang biayanya paling sedikit." (HR Ahmad)
Mahar yang Tidak Bernilai
Meskipun mahar yang memberatkan dilarang dalam Islam, mahar pernikahan yang tidak memiliki nilai juga termasuk dalam kategori mahar yang tidak diperbolehkan. Menurut buku Walimah Cinta karya Ummu Azzam, Islam memberikan kelonggaran kepada pria yang tidak mampu memberikan mahar dengan nilai nominal yang tinggi sesuai dengan permintaan calon istri, dengan cara mencicil atau mengangsur pembayarannya.
Mahar yang diizinkan dalam Islam adalah mahar yang memiliki nilai, seperti emas, seperangkat alat salat, atau barang-barang yang bermanfaat bagi kehidupan calon pengantin wanita.
Demikianlah beberapa mahar yang dilarang dalam Islam untuk dijadikan maskawin pernikahan.
Hindari memilih bentuk-bentuk mahar di atas apabila tidak ingin pernikahan dianggap tidak sah.
BACA JUGA:
Anda bisa memberikan maswakin dalam bentuk emas, seperangkat alat salat, dan lainnya.
Baca juga apa itu mayam emas sebagai mahar dalam pernikahan Aceh.
Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri lainnya di VOI. Kami menghadirkan info terbaru dan terupdate nasional maupun internasional.