Bagikan:

JAKARTA - Hakim Agung nonaktif Mahkamah Agung (MA) Gazalba Saleh disebut tak hanya menerima duit ratusan juta terkait mengondisikan kasus di Mahkamah Agung (MA). Tetapi, uang yang diterimanya mencapai puluhan miliar selama periode 2020 hingga 2022.

Dalam berkas dakwaan kedua, Gazalba disebut mendapat imbalan karena mengondisikan peninjauan kembali (PK) dengan terpidana Jaffar Abdul Gaffar.

Bisa terhubungnya Jaffar dengan Gazalba karena pengacaranya yakni Neshawaty Arsjad memiliki hubungan keluarga dengan Hakim Agung tersebut.

Dalam persidangan yang digelar 15 April 2020, Gazalba mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Jaffar.

"Atas pengusuran kasus tersebut, terdakwa dan Neshawaty Arsjad menerima uang yang keseluruhannya sebesar Rp37 miliar," ujar jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengdilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 6 Mei.

Kemudian, Gazalba juga menerima sejumlah gratifikasi selama periode 2020 hingga 2022. Pertama sekitar 18 ribu Dolar Singapura atau senilai Rp200 juta.

Uang itu merupakan imbalan telah memutus bebas terdakwa Jawahirul Fuad di tingkat kasasi.

Jawahirul Fuad merupakan pemilik usaha UD Logam Jaya. Dia mengalami permasalahan hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin dan diputus bersalah dengan vonis 1 tahun penjara.

Gazalba menerima uang 1.128.000 Dolar Singapura, 181.100 Dolar Ameriksa Serikat atau AS , dan Rp9.429.600.000

Bila dikonversi, 1.128.000 Dolar Singapura sertara dengan Rp13.370.071.200. Sedangkan, 181.100 Dolar Ameriksa Serikat atau AS setara Rp2.901.140.505

"Terdakwa sebagai Hakim Agung Mahkamah Agung RI, dari tahun 2020 sampai dengan tahun 2022, telah menerima gratifikasi," kata jaksa.

Dalam perkara ini, Gazalba disangkakan melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.