Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta masyarakat di Tanah Air mencintai produk dalam negeri dengan menyebut membenci produk luar negeri. 

Pernyataan ini, membuat duta besar sejumlah negara bertanya pada Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Dany Amrul Ichdan. Kata dia, sejumlah duta besar dari negara-negara importir seperti Amerika Serikat hingga China mempertanyakan maksud Presiden Joko Widodo yang menyerukan benci produk asing.

"Teman-teman di Kedutaan Besar Amerika, Duta Besar China, Duta Besar Taiwan bertanya, 'what does it mean?' soal ucapan Presiden," kata Dany dalam tayangan diskusi daring yang ditayangkan di YouTube, Minggu, 7 Maret. 

Dia menjelaskan, pernyataan Jokowi ditujukan untuk membangkitkan semangat cinta produk dalam negeri dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Jokowi tidak ada maksud menyinggung negara asing yang mengekspor produknya ke Indonesia.

"Saya jelaskan ini memberikan semangat dalam negeri, tapi tidak dalam kontekstual benci negaranya, atau produk dari luar, kebangkitan kita. Jadi, internal konteksnya," ungkapnya.

Untuk mencegah adanya pertanyaan turunan, Dany meminta Duta Besar RI di semua negara untuk meluruskan maksud Jokowi itu.

"Inilah yang digaungkan oleh teman-teman diplomat Indonesia, KBRI di manapun berada bawa kalau ada pertanyaan ini adalah untuk memberikan semangat heroik di dalam negeri," ungkapnya.

Lebih lanjut, Dany juga tak menampik maksud Presiden Jokowi juga sebagai cara untuk memotivasi semua pihak. Apalagi, saat ini Indonesia masih ketergantungan impor dalam perdagangan internasional. Satu hal yang dimiliki Indonesia adalah keunggulan komparatif.

Maksudnya, pasar Indonesia bisa memberikan keunggulan pada dampak low cost atau bisnis berbiaya rendah dalam sebuah proses produksi. "Sehingga itu memberikan daya saing terhadap mekanisme efek supply and demand terhadap perdagangan internasional," ujar dia.

Sementara, negara maju lainnya sudah memiliki keunggulan kompetitif. Mengingat saat ini masih masa pandemi, Dany menyebut pemerintah tengah mengembangkan keunggulan kolaboratif.

Caranya, dengan mereposisi sistem perdagangan internasional, termasuk merombak regulasi terhadap keberpihakan, terhadap peran serta mekanisme pasar, e-marketplace dan proses produksi, serta distribusi dari UMKM untuk punya daya saing.

"Dalam adaptasi kebiasaan baru, kita kembangkan keunggulan kolaboratif. Menempatkan sektor yang tadinya tidak efisien itu akan dikolaborasikan dengan sektor efisien atau joint operation atau co-branding, sehingga itu menghasilkan produk hasil dari kolaborasi," jelas Dany.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Agus Pambagio menilai pernyataan ini bisa membahayakan hubungan diplomasi Indonesia dengan negara lain. Sebab, dia mengingatkan, Indonesia memerlukan produk asing termasuk vaksin di masa pandemi COVID-19.

"Katanya maksud presiden baik, tetapi di komunikasi hubungan internasional itu bisa berbahaya. Di satu sisi kita sedang minta berbagai fasilitas dukungan karena pandemi, tapi di sisi lain membenci produk. Ini harus hati-hati," ungkapnya.

Agus mempertanyakan kemampuan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan produk esensial maupun nonesensial di pasaran. 

"Kalau barang-barang impor dikurangi, apa kita bisa buat? Ini pertanyaan-pertanyaan bukan untuk mengecilkan, Tetapi mari kita bikin serius bagaimana menanggulangi ini? Itu kita bisa bikin enggak?" katanya.

Saat membuka Rakernas Kementerian Perdagangan di Istana Negara, Jakarta, Presiden Jokowi meminta semua pihak untuk mencintai produk dalam negeri. Eks Wali Kota Solo ini menilai, menggunakan produk dari Tanah Air harus dilakukan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi COVID-19.

Selain itu, dia juga meminta ajakan mencintai produk buatan Indonesia harus dilakukan dan digaungkan terus menerus.

"Gaungkan juga benci produk-produk luar negeri. Bukan hanya cinta, tapi benci. Cinta barang kita, benci produk luar negeri," kata Jokowi seperti dikutip dari akun YouTube Sekretariat Presiden, Kamis, 4 Maret.

Tak hanya itu, Jokowi meminta agar pusat perbelanjaan seperti mal di berbagai daerah memberikan ruang bagi produk-produk buatan Indonesia, khususnya produk UMKM. Kata dia, lokasi-lokasi strategis di pusat perbelanjaan harus diisi oleh merek dari produk-produk lokal.

"Jangan sampai ruang depan, lokasi-lokasi strategis, justru diisi dari brand-brand dari luar negeri, ini harus mulai digeser. Mereka digeser ke tempat yang tidak strategis. Tempat yang strategis, lokasi yang baik berikan ruang untuk brand-brand lokal," ucapnya.

Selang beberapa hari kemudian, Jokowi angkat bicara soal pernyataannya yang akhirnya menimbulkan polemik. Menurutnya, apa yang disampaikannya itu adalah hal yang wajar agar Indonesia tidak melulu ketergantungan produk impor. 

"Kemarin saya sampaikan untuk cinta produk Indonesia, untuk bangga terhadap produk Indonesia dan boleh saja kita tidak suka terhadap produk asing. Masa tidak boleh kita tidak suka, kan boleh saja tidak suka pada produk asing. Saya ngomong benci produk asing, gitu aja ramai. Boleh kan kita tidak suka pada produk asing," tuturnya dalam pembukaan Rakernas HIPMI 2021 secara daring, Jumat, 5 Maret.

Lebih lanjut, Jokowi menegaskan Indonesia tidak boleh jadi korban unfair practices dari perdagangan global. Dukungan terhadap produk dalam negeri harus segera dimulai. Kata dia, paling tidak dimulai dari proyek-proyek yang dikerjakan pemerintah dan BUMN.

"Pipa sudah bisa produksi banyak masih impor, untuk apa gitu. Pada dipakai proyek pemerintah, proyek BUMN, saya ngomong enggak boleh dan itu harus dimulai, kita harus benar-benar memulai paling tidak dari pemerintah dan BUMN, lalu ajak masyarakat untuk cinta produk Indonesia dan tidak suka produk luar," ucapnya.

Jokowi menegaskan, Indonesia bukan negara yang menganut paham proteksionisme, tetapi keterbukaan ekonomi. Meski begitu, harus tetap membatasi diri dalam perdagangan global, contohnya dalam penggunaan produk impor atau asing.

"Harus manfaatkan pasar dalam negeri karena besar sekali 270 juta dan daya beli yang sangat besar ini untuk mendongkrak ekonomi nasional kita," katanya.

Namun, Jokowi berujar untuk menuju pada sebuah loyalitas konsumen Indonesia pada produk-produk dalam negeri memang ada syaratnya. Salah satunya, adalah harga yang kompetitif.

"Kalau kualitasnya baik tentu saja, ini dari sisi produsen harus terus memperbaiki kualitasnya memperbaiki packaging-nya, memperbaiki desainnya agar bisa mengikuti tren," pungkasnya.