Wagub Riza Dinilai Lebih Terbuka dan 'Pasang Badan' Untuk Anies, Pengamat: Ada Ambisi Menuju DKI 1
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria (Foto: Diah Ayu/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur (Wagub) Ahmad Riza Patria beda sikap dalam beberapa kebijakan di ibu kota.

Pada Februari lalu, Anies dan Wagub Riza beda pendapat soal vaksinasi di Jakarta sedangkan Maret ini keduanya berbeda pandangan penggunaan trotoar untuk pemain skateboard (Skater).

Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah mengatakan, dibandingkan Anies, Wagub Riza akhir-akhir ini lebih terbuka dan menyampaikan informasi secara apa adanya kepada publik. Riza juga sering 'pasang badan' dalam menghadapi pertanyaan warga ibu kota. 

Misalnya, kepemilikan saham minuman keras Pemprov DKI hingga penanganan masalah banjir. 

"Pak Riza ini memang jauh lebih terbuka dalam soal kebijakan Pemprov . Nah kemudian kalau Pak Anies ini memang saya lihat tertutup dalam memberikan statement juga tidak banyak tetapi lebih mengedepankan mungkin kerjaannya. Karena Pak Anies ini di belakangnya juga ada TGUPP," jelas Trubus saat dihubingi VOI, Minggu, 7 Maret.

Trubus menjelaskan, di awal saat politisi Gerindra dipilih mendampingi Anies, situasi justru berbeda karena Anies dan Riza terlihat kompak. Kenapa saat ini justru berbeda? Menurut Trubus ada kaitannya dengan kontestasi politik menuju Pilkada DKI 2024 nanti. Selain skateboarding, perbedaan sikap keduanya bisa dilihat dalam vaksinasi hingga banjir DKI. 

"Pak Riza ini mengambil momen karena dia tahu 2022 Pak Anies sudah habis masa jabatan. Jadi dia ngambil moment, apalagi dia orang partai, partai Gerindra. Dia harus tampil kaitannya dengan 2024 kan harus tampil dan Pak Riza ini kalau saya lihat juga berambisi untuk menjadi DKI 1," terang Trubus.

Terlepas dari kepentingan politik jelang Pilkada DKI atau Pilpres, Trubus meminta agar Riza dan Anies harus berkolaborasi dalam memberikan informasi ke warga DKI. Bila perlu, kebijakan Pemprov disampaikan hanya satu pintu.

"Kalau saya sarannya sekarang kolaborasi supaya tidak membingungkan masyarakat, supaya informasi itu satu pintu. Mungkin lebih baik Gubernur Anies yang memberikan, jadi Pak Anies menjelaskan kepada publik," terang dia.

Sebagai informasi Wagub Riza melarang skater menggunakan trotoar untuk menunjukan skill permainan mereka. Sebab, Pemprov sudah menyiapkan fasilitas agar digunakan sebagaimana mestinya.

“Kalau mengacu pada peraturan Undang-Undang yang ada kan fungsinya ada, trotoar fungsinya untuk pejalan kaki. Iya kan? Untuk skateboard kami sudah sediakan di banyak tempat. tempatnya itu ada di beberapa tempat, ada yang di Kalijodo, Dukuh Atas, kolong flyover Slipi, kolong flyover Pasar Rebo, di Senayan, di banyak tempat,” kata Wagub Riza kepada wartawan, Jumat, 5 Maret. 

Beda dengan Wagub Riza. Gubernur Anies justru memberikan ruang untuk para skater mengeksplorasi kemampuan di trotoar. Syaratnya mudah, tetap memperhatikan protokol kesehatan.

"Nikmati Jakarta, manfaatkan semua fasilitasnya, bangun perasaan pertemanan dan persaudaraan, Insyaallah Jakarta terasa jadi kota bagi semuanya," kata Anies usai bertemu dengan pemain skateboard Satria Vijie di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis, 4 Maret lalu.

Tidak hanya skateboard, Gubernur Anies dan Wagub Riza juga beda soal vaksinasi di DKI. Anies tak ambil pusing soal vaksin karena sifatnya penawaran. Berangkat dari hal itu, warga DKI boleh menerima boleh juga tidak.

"Vaksin ini baru awal. Jadi, saat ini kita kan menawarkan. Kalau ditawarkan, kan diambil atau tidak. Jadi, kita pada fase ini fase mengundang dengan harapan ini bisa membantu untuk mencegah keterpaparan di tempat-tempat yang banyak interaksi orangnya," ujar Anies. 

Sebaliknya, Wagub Riza jauh lebih tegas. Vaksinasi COVID-19 wajib bagi warga karena ada Perpres Nomor 14 Tahun 2021. Pada Pasal 13A ayat (4), masyarakat yang telah ditetapkan sebagai penerima vaksin namun tak ikut vaksinasi akan ditunda bantuan sosialnya.

Ditambah, DKI memiliki Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2020 mengenai penanggulangan COVID-19. Pada Pasal 30, dinyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pengobatan dan/atau vaksinasi COVID-19, dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp5.000.000.

"Kita kan negara hukum, Perda terkait pengendalian COVID-19 sudah mengatur bagi siapa saja warga Jakarta yg menolak divaksin, sejauh yang bersangkutan terdaftar, tentu mendapatkan sanksi denda Rp5 juta. Di sisi lain, Pak Presiden memberikan perhatian kepada mereka yang menolak vaksin, itu akan dicabut dukungan bansos dari pemerintah pusat," kata Riza kepada wartawan, Rabu, 17 Februari.