JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyebut usulan Mahkamah Konstitusi (MK) memanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sidang sengketa Pilpres 2024 berlebihan atau lebay.
Bahlil menilai upaya tersebut tak diperlukan karena kesaksian empat menteri pada Jumat, 5 April lalu dinilai sudah cukup.
“Sudahlah, terlalu lebay. Kalian bilang bahwa bansos tidak ada di anggaran setelah dijelaskan begitu baru,” kata Bahlil di Istana Kepresidenan, Senin, 8 April.
Meski begitu, Bahlil memahami segala keputusan berada di tangan majelis hakim sidang sengketa Pilpres 2024. “Tapi saya yakin terlalu jauhlah, itu,” ujarnya.
“Saya kan juga diminta waktu itu untuk harus hadir, kan, pernah juga itu sebut-sebut nama saya. Ya, hakim itu kan tahu aturan, tahu mekanisme. Tidak semuanya apa yang diminta teman-teman juga dipenuhi oleh hakim,” sambung Bahlil.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, kubu pasangan nomor urut tiga, Ganjar Pranowo-Mahfud MD minta Presiden Jokowi dihadirkan dalam sidang sengketa hasil pemilu. Hanya saja, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tidak melakukannya karena dianggap tak elok.
Sebagai gantinya, MK hanya memanggil empat menteri yaitu Menko Perekonomian Airlanggara Hartarto, Menteri Koordinator (Menko) Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, dan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini pada Jumat, 5 April.
"Memanggil kepala negara presiden RI kelihatannya kan kurang elok karen presiden sekaligus kepala negara dan kepala pemerintahan," ujar Arief dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat, 5 April.
Selain itu, MK beranggapan jabatan presiden merupakan simbol negara yang harus dijunjung tinggi. “Maka kita memanggil para pembantunya dan pembantunya ini yang terkait dengan dalil pemohon,” kata Arief.