Seseorang Harus Menunggu Satu Pekan untuk Periksa COVID-19, Apa Ini Bukti Kesiapan Pemerintah?
Presiden Joko Widodo (Instagram/@jokowi)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah, lewat mulut Presiden Joko Widodo (Jokowi) langsung, mengklaim siap menghadapi sebaran virus corona atau COVID-19. Kata Jokowi, pemerintah telah meningkatkan kesiapan penanganan dalam menghadapi pandemi COVID-19. Hari ini kami mendapat cerita yang menunjukkan klaim Jokowi cuma omong belaka. Pemerintah tak siap, bahkan sedari penanganan medis.

Cerita ini kami dapat dari seorang narasumber kami. Demi kenyamanannya, nama dia kami samarkan menjadi G. Senin, 16 Maret, G tiba di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto sekitar pukul 13.30 WIB.  Bersama sepupu dan bibinya, G menuju lokasi pemeriksaan COVID-19 yang berada di salah satu bangunan rumah sakit.

Tak sulit bagi G untuk menemukan loket pendaftaran. Ia tinggal mencari kerumunan orang bermasker. G tiba di loket pemeriksaan dan menemukan puluhan orang yang sudah duduk rapi di kursi besi menunggu antrean. Di sudut lain, G melihat sebuah antrean lain membentuk huruf "U".

"Banyak orang di sana, sekitar 50 orang. Yang mau daftar itu tidak ada yang antre, tapi berkumpul mengerubungi petugas loket," ucap G kepada VOI, Senin, 16 Maret.

G pun ikut dalam kerumunan itu, berharap ia mendapat giliran mendaftar agar bisa segera memeriksakan tubuhnya. Sebab, kondisi tubuhnya sudah cukup buruk. Gie mengalami pusing dan diare, beberapa gejala yang mengindikasikan COVID-19.

Beberapa saat kemudian, giliran G dan sepupunya mendaftar. Seorang petugas wanita berjilbab pun memintanya untuk segera mengisi formulir pendaftaran. Lantas, ia mengambil pulpen dan mengisinya. Akan tetapi, ada kejanggalan ketika membaca tulisan di atas kertas formulir. Tanggal yang tertera di kertas itu menunjukkan pemeriksaan akan berlangsung pada 26 Maret.

Dengan kata lain, G baru akan diperiksa pekan depan. Heran, G langsung bertanya kepada satu dari tujuh petugas yang ada di meja loket. Para petugas menjelaskan, banyaknya jumlah pasien membuat G harus menunggu antrean pemeriksaan. Pun ketika G yang seorang jurnalis menceritakan riwayat interaksinya bersama Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi yang belakangan diumumkan positif COVID-19.

"Sama sekali tidak dites. Ditanya soal riwayat kontak sama siapa aja juga tidak. Hanya diminta mengisi daftar tunggu dan itu sudah penuh sampai tanggal 27 Maret. Aku disuruh balik lagi tanggal 26 Maret," tutur G.

Ada kesal. Tapi, G memilih mengikuti prosedur. Selanjutnya, ia dan sepupu serta bibinya memutuskan untuk pulang ke rumah. Namun, sesampainya di rumah, G penasaran dan mencoba mengubungi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan yang juga ditunjuk sebagai rumah sakit rujukan penanganan COVID-19.

Serupa, meski tak sama. Dari RSUP Persahabatan, G mendapat jawaban bahwa rumah sakit rujukan pemerintah itu tak bisa menerima pendaftaran pemeriksaan COVID-19 dengan alasan sudah tutup. "Di sana juga tidak bisa periksa saya, alasannya sudah tutup. Kalau begini saya harus bagimana?" ungkap G.

Kami jadi ingat pernyataan Jokowi di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Jumat 13 Maret lalu. Dalam kesempatan itu, Jokowi mengatakan, penanganan dilakukan secara serius. Terkait langkah medis, seluruh pasien yang pernah kontak dengan pasien positif COVID-19 harus didahulukan.

"Pemerintah tanpa henti meningkatkan kesiapan dan ketangguhan negara kita dalam menghadapi pandemi ini. Bukan lagi, endemi tapi pandemi,” kata Jokowi kala itu.