JAKARTA - Tewasnya tujuh pekerja kemanusiaan dalam serangan udara Israel terhadap konvoi bantuan di Jalur Gaza Hari Senin, memperpanjang daftar jumlah pekerja bantuan yang tewas selama konflik terbaru di wilayah kantong Palestina itu.
Pejabat tinggi PBB untuk koordinasi bantuan kemanusiaan di Gaza mengatakan, pembunuhan tujuh staf dari kelompok amal yang membantu meringankan kondisi kelaparan di Jalur Gaza "bukanlah insiden yang terisolasi."
"Setidaknya 196 pekerja kemanusiaan telah terbunuh” di Gaza dari Oktober 2023 hingga 20 Maret, kata Jamie McGoldrick dalam sebuah pernyataan, dilansir dari The Times of Israel 3 April.
"Ini hampir tiga kali lipat jumlah korban tewas yang tercatat dalam konflik mana pun dalam setahun," lanjutnya.
McGoldrick menambahkan, wilayah kantong Palestina "telah menjadi salah satu tempat paling berbahaya dan sulit untuk bekerja di dunia. Tidak ada lagi tempat aman yang tersisa di Gaza."
Diberitakan sebelumnya, serangan udara Israel menewaskan tujuh pekerja bantuan dari sebuah tim yang mengantarkan makanan kepada warga sipil di Gaza, menurut WCK dan pihak berwenang di daerah kantong tersebut.
WCK pada Hari Selasa membagikan identitas para korban tewas peristiwa Hari Senin, yakni John Chapman (57), James (Jim) Henderson (33), James Kirby (47), Jacob Flickinger (33), Damian Sobol, Lalzawmi (Zomi) Frankcom dan Saifeddin Issam, seperti melansir CNN.
Mereka bepergian dengan dua mobil lapis baja berlogo WCK dan kendaraan lain, kata WCK dalam sebuah pernyataan.
Meskipun konvoi itu sudah terkoordinasi dengan Israel Defense Forces (IDF), konvoi tersebut diserang ketika meninggalkan gudang Deir al-Balah, setelah menurunkan lebih dari 100 ton bantuan makanan kemanusiaan yang dibawa ke Gaza melalui laut, kata WCK.
BACA JUGA:
Kepala Staf Israel Defense Forces (IDF) Letjen Herzi Halevi menyampaikan permintaan maaf atas serangan mematikan Israel terhadap konvoi bantuan di Gaza, mengakui serangan tersebut adalah akibat dari "kesalahan identifikasi" yang sedang diselidiki dan dipelajari, seperti dikutip dari The Times of Israel.
"Itu adalah kesalahan yang terjadi setelah kesalahan identifikasi, pada malam hari, saat perang, dalam kondisi yang sangat kompleks. Hal ini seharusnya tidak terjadi," jelasnya, seraya menambahkan bahwa tidak ada "niat untuk merugikan pekerja bantuan WCK."