JAKARTA - Ahli hukum administrasi dari Universitas Islam Indonesi (UII) Yogyakarta, Ridwan menjadi salah satu ahli yang dihadirkan tim Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam sidang tersebut, Ridwan menyebut bahwa pencalonan Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (cawapres) yang ditetapkan oleh KPU merupakan tidak sah.
"Pencalonan Gibran Rakabuming Raka dalam persepektif hukum administrasi, saya menyimpulkan itu tidak sah," kata Ridwan di gedung MK, Senin, 1 April.
Gibran bisa lolos menjadi cawapres berkat adanya putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dibacakan pada 16 Oktober 2023. Gibran pun daftar sebagai pasangan capres-cawapres bersama Prabowo Subianto pada 25 Oktober.
Sementara, saat masa pendaftaran, KPU belum mengubah Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Sehingga, menurut Ridwan, meski Undang-Undang Pemilu telah diubah MK, aturan mengenai batas usia capres-cawapres masih berlaku pada ketentuan lama karena PKPU belum diubah.
"Peraturan yang berlaku pada saat itu adalah Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 yang mensyaratkan pada calonnya itu berusia paling rendah 40 tahun," ucap Ridwan.
"Baru kemudain baru setelah itu diterima pendaftaran itu, baru kemudian penetapannya sebagai pasangan calon itu menggunakan keputusan KPU Nomor 1362 tahun 2023," lanjutnya.
Sebagai informasi, gugatan sengketa pilpres yang dilayangkan Anies dan Muhaimin selaku pemohon memiliki nomor perkara 2/PHPU.PRES-XXII/2024.
BACA JUGA:
Dalam gugatan tersebut, pemohon menginginkan adanya pemungutan suara ulang dengan mendiskualifikasikan Gibran Rakabuming Raka dari cawapres Prabowo Subianto.
Sementara, paslon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD dalam petitumnya meminta MK menginstruksikan KPU melakukan pemungutan suara ulang dengan mendiskualifikasikan Prabowo-Gibran.