Bagikan:

JAKARTA - Kepala Koordinator Bantuan Darurat PBB Martin Griffiths megumumkan rencana pengunduran dirinya pada akhir Juni, ketika banyak krisis kemanusiaan termasuk perang Israel-Gaza terus berlanjut.

Dalam sebuah unggahan di media sosial X Griffiths mengatakan, dia telah memberi tahu Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres tentang niatnya untuk mundur, tetapi tidak memberikan alasan atas keputusannya.

"Kepada semua orang di @UNOCHA, ini merupakan keistimewaan dalam hidup saya. Saya sangat berhutang budi pada Anda," tulisnya, dilansir dari The National News 28 Maret.

"Kepada semua mitra dan pendukung, terima kasih telah memperjuangkan perjuangan masyarakat dalam krisis," tandasnya.

Griffiths (72) mengatakan kepada The Associated Press awal bulan ini, dia terkena kasus COVID-19 yang parah pada Bulan Oktober dan masih menderita long COVID.

Diplomat veteran Wales yang terkenal karena nilai-nilai teguh dan keterampilan mediasinya ini telah menjabat sebagai wakil sekretaris jenderal urusan kemanusiaan di PBB sejak tahun 2021.

Dalam peran ini, Griffiths telah berada di garis depan dalam perundingan yang rumit, terutama terlibat dengan Presiden Bashar Al Assad mengenai akses masuk ke wilayah Suriah utara yang dilanda gempa, menjalin kesepakatan penting antara Ukraina dan Rusia untuk menjaga ekspor biji-bijian di seluruh wilayah Laut Hitam hingga menghadapi dampak bencana banjir di Libya.

Pengumumannya disampaikan di tengah krisis kemanusiaan yang signifikan di Gaza, dengan momok kelaparan yang terus membayangi.

Dalam wawancara eksklusif dengan The National bulan lalu, Griffiths mengatakan krisis di Gaza adalah krisis terburuk yang pernah ia lihat dan ini karena satu alasan yang sangat spesifik, warga Gaza terjebak seperi yang telah terjadi selama bertahun-tahun."

"Kami sekarang memiliki wilayah selatan di sekitar Rafah yang biasanya dihuni sekitar 200.000 hingga 250.000 orang," katanya.

"Kami memiliki sekitar enam kali lipat jumlah tersebut, yang berkumpul di area itu, saat tembok runtuh ke arah mereka dari Khan Younis, saat bergerak ke selatan," urainya.

"Ke mana mereka akan pergi? Bukan berarti Palestina menginginkan Nakba kedua," tandasnya.

Kepala bantuan PBB telah berulang kali menyerukan Israel untuk mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Jalur Gaza ketika negara itu melancarkan kampanye militer sebagai tanggapan terhadap serangan Hamas pada 7 Oktober.

Bulan lalu, dia memperingatkan Israel untuk tidak mengabaikan seruan menentang serangan di Rafah, tempat sekitar 1,5 juta warga Palestina berlindung, dan memperingatkan bahwa operasi Israel “dapat menyebabkan pembantaian”.

Ia juga memperingatkan krisis kemanusiaan lainnya di seluruh dunia, termasuk di Sudan, di mana ancaman kelaparan juga semakin besar.

"Saya membayangkan kita akan menemukan penderitaan di Sudan sama besarnya dengan penderitaan di beberapa bagian Gaza dan bagian lain dunia," katanya kepada The National.

"Penderitaan di Sudan karena tidak adanya perhatian internasional dan dukungan internasional terhadap rakyat Sudan adalah sesuatu yang sangat memalukan bagi kita," tambahnya.

Griffiths sebelumnya menjabat sebagai utusan khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Yaman dan menjabat sebagai penasihat bagi masing-masing dari tiga utusan khusus untuk Suriah, selain berbagai peran lainnya.

Pada tahun 1994, Griffiths bertugas di Jenewa sebagai direktur Departemen Urusan Kemanusiaan PBB, yang mendahului pembentukan Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB, yang sekarang ia pimpin, dikutip dari PBS.

Dari tahun 1999 hingga 2010, ia menjabat sebagai direktur pendiri Pusat Dialog Kemanusiaan di Jenewa, yang menurut PBB ia mengkhususkan diri dalam mengembangkan dialog politik antara pemerintah dan pemberontak di berbagai negara di Asia, Afrika dan Eropa.

Griffiths menjabat sebagai direktur eksekutif pertama Institut Perdamaian Eropa pada tahun 2014-2018 dan ia menjabat sebagai penasihat khusus untuk tiga utusan khusus PBB untuk Suriah dan sebagai wakil kepala misi PBB di Suriah dari tahun 2012-2014, pada tahun-tahun awal konflik di sana.

Pada awal karirnya, ia adalah seorang diplomat Inggris dan bekerja untuk berbagai organisasi kemanusiaan internasional, termasuk UNICEF, Save the Children dan Action Aid.