JAKARTA - Amerika Serikat dan Korea Selatan minggu ini meluncurkan satuan tugas baru untuk mencegah Korea Utara mendapatkan minyak ilegal, ketika kebuntuan di Dewan Keamanan PBB menimbulkan keraguan mengenai masa depan sanksi internasional.
Pertemuan pertama satuan tugas yang dinamakan Enhanced Disruption Task Force (EDTF) itu diadakan di Washington pada Hari Selasa.
Pertemuan tersebut melibatkan lebih dari 30 pejabat dari kementerian dan lembaga yang membidangi diplomasi, intelijen, sanksi dan larangan maritim, kata Kementerian Luar Negeri Korea Selatan dalam sebuah pernyataan.
Kedua belah pihak menyatakan keprihatinan atas kemungkinan Rusia menyediakan minyak olahan ke Korea Utara, membahas cara-cara untuk menangguhkan kerja sama ilegal antara Moskow dan Pyongyang, tambah pernyataan itu.
"Minyak merupakan sumber daya penting bagi pengembangan nuklir dan rudal serta postur militer Korea Utara," kata pernyataan itu, melansir Reuters 27 Maret.
Berdasarkan pembatasan DK PBB yang diberlakukan atas program senjata nuklir dan rudal Korea Utara, Pyongyang dibatasi hanya dapat mengimpor 4 juta barel minyak mentah dan 500.000 barel produk olahan per tahun.
Sementara itu, ada kemungkinan besar Rusia akan memveto resolusi PBB yang menyerukan kelanjutan mandat panel ahli yang memantau sanksi terhadap Korea Utara, kata seorang diplomat PBB kepada Reuters pekan lalu.
Panel ahli PBB yang memantau penerapan sanksi mengatakan bulan ini, kapal tanker berbendera Korea Utara mungkin telah mengirimkan lebih dari 1,5 juta barel produk minyak sulingan antara 1 Januari dan 15 September tahun lalu.
Citra satelit komersial menunjukkan kapal tanker minyak Korea Utara, termasuk beberapa kapal yang terkena sanksi, telah mengunjungi pelabuhan Rusia dalam beberapa pekan terakhir.
BACA JUGA:
Gugus tugas AS-Korea Selatan sedang mempertimbangkan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengganggu jaringan pengadaan minyak olahan Korea Utara, termasuk mengungkap aktivitas penghindaran sanksi, menetapkan sanksi sepihak, dan melibatkan sektor swasta dan pihak ketiga di seluruh wilayah yang secara sadar atau tidak sengaja memfasilitasi pengiriman minyak, kata Departemen Luar Negeri AS.
Di masa depan, gugus tugas tersebut dapat menargetkan area penghindaran sanksi lainnya, termasuk penjualan batu bara, kata departemen tersebut dalam sebuah pernyataan.