JAKARTA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memberikan rekomendasi kepada setiap negara, terutama pada negara yang memiliki populasi besar, termasuk Indonesia. WHO menyarankan pemerintah Indonesia untuk menetapkan darurat nasional. Tujuannya untuk menekan transmisi lokal dan mencegah penyebaran virus corona atau COVID-19 lebih luas.
Deputi IV Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden (KSP), Juri Ardiantoro mengatakan, saat ini pemerintah sudah menerima surat rekomendasi dari WHO. Rekomendasi ini akan menjadi pertimbangan pemerintah dalam mengambil langkah-langkah penanganan COVID-19.
"Saya pemerintah punya ukuran dan langkah-langkah kebijakan yang harus diukur dengan cermat. Misalnya tuntutan atau imbauan untuk menetapkan wabah ini sebagai keadaan luar biasa (KLB) atau misal tuntutan lain untuk melakukan lockdown untuk beberapa daerah tertentu," tuturnya, di dalam diskusi Polemik, Hotel Ibis Tamarin, Jakarta Pusat, Sabtu, 14 Maret.
Namun terkait dengan lockdown, Juri mengatakan, keputusan tersebut harus diukur dengan sejauh mana urgensinya. Sebab, ada banyak hal yang harus dihitung dan diperhatikan pemerintah.
Juri mengatakan, pemerintah sangat serius menangani wabah COVID-19. Pemerintah juga sangat siap dan memiliki sumber daya manusia (SDM) yang cukup untuk melakukan penanganan wabah ini.
"Makanya dengan diterbitkannya Kepres nomor 7 tahun 2020 tentu percepatan penanganan COVID-19 adalah untuk mempercepat apa yang selama ini sudah dilakukan. Jadi bukan belum dilakukan, tapi sudah melakukan, tetapi tentu harus dipercepat," tuturnya.
BACA JUGA:
Sementara itu, Anggota Komisi IX Saleh Daulay mendesak pemerintah mempertimbangkan opsi lockdown. Pemerintah, kata dia, bisa mempelajari secara komprehensif dengan melakukkan kajian-kajian analisis dan akademis terkait opsi tersebut.
"Kenapa (perlu lockdown)? Karena ada seorang ahli dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang saya kira ahli virus, S3-nya aja tiga terkait ini, dan saya percaya, dia mengatakan ini Indonesia harus segera di-lockdown," jelasnya.
Saleh mengatakan, opsi lockdown sangat diperlukan. Sebab, hanya cara itu Indonesia bisa nanti melakukan mitigasi secara benar, menelusuri dan kemudian mendeteksi perkembangan penyebaran COVID-19. Menurut Saleh, dengan kondisi sekarang mobilitas turis dari luar negeri dan ke Indonesia masih sangat bebas.
"Sebetulnya tidak ada ruginya juga kalau melakukan lockdown, yang penting persiapan pemerintah ditingkatkan. Italia saja melakukan, Filipina saja melakukan di Kota Manila. Jadi mestinya ya kalaupun lockdown terbatas ya tidak apa-apa, nanti kan itu tugasnya para ahli untuk menentukan bersama dengan pemerintah," ucapnya.
Menurut Saleh, daerah yang perlu dipertimbangkan untuk dilakukan lockdown adalah daerah yang jumlah terinfeksi COVID-19 tinggi. Di antaranya, Jakarta dan Bali.
Hal yang Sulit
Di sisi lain, Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (AKMI) Hermawan Saputra mengatakan, penerapan lockdown ini menjadi sulit ketika semisal Pemerintah DKI Jakarta memutuskan untuk lockdown, daerah di sekitarnya belum tentu melakukkan hal yang sama.
Apalagi, kata dia, kota penghubung Jakarta jumlahnya tidak sedikit ada Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Di mana daerah tersebut sudah beda provinsi.
"Siapa yang bisa melakukkan screening orang Bekasi orang Depok ke Jakarta atau tidak? Beda kalau kita di satu pulau seperti Bali misalnya kita tidak berharap di Bali ada kejadian yang wah, tetapi andai di sebuah kepulauan seperti itu lebih gampang kita buat lockdown. Tetapi ini Jakarta," tuturnya.
Hermawan mengatakan, karena banyaknya daerah sub-kota yang menempel dengan Jakarta, maka keputusan lockdown belum diambil oleh pemerintah daerah.
"Maka saya lihat gubernur berhati-hati menerapkan lockdown, dia akan mengefektifkan dulu adalah kontak tracing ini. Dengan adanya peta kejadian itu sudah langkah yang benar," ucapnya.