TPPO di Apartemen Kalibata City: 8 CPMI Ilegal Diberi Visa Ziarah
Wakasat Reskrim Polres Jakarta Selatan Kompol Hendrikus Yossi Hendrata/ Foto: Jehan/ VOI

Bagikan:

JAKARTA – Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terhadap 8 orang Pekerja Migran Indonesia (PMI) illegal diungkap Polres Metro Jakarta Selatan.

Wakasat Reskrim Polres Jakarta Selatan Kompol Hendrikus Yossi Hendrata mengatakan, kasus TPPO ini berpusat di Apartemen Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, 4 Februari 2024, lalu.

“Kami telah menangkap satu orang tersangka dengan inisial DA (36). Dalam perkara ini juga terdapat 8 orang yang menjadi korban atau calon PMI yang akan diberangkat secara tidak prosedural atau CPMI Non-prosedural,” kata Yossi kepada wartawan di Polres Metro Jakarta Selatan, Senin, 18 Maret.

Yossi menerangkan, awalnya ada laporan dari BP3MI Provinsi Jawa Barat yang didapat dari suami korban terkait keberangkatan istrinya ke Arab Saudi secara ilegal.

Hal yang mendasari suami korban melapor adalah, perihal janji bekerja di Dubai, ternyata dikirim ke Arab Saudi.

Setelah melalui rangkaian proses penyelidikan, ternyata kami mendapatkan informasi bahwa ada korban lain ditampung di Apartemen Kalibata, Jakarta Selatan.

“(Ternyata) ada 7 orang lainnya, yang juga ditempatkan atau ditampung di Apartemen Kalibata yang saat itu sedang dipersiapkan untuk keberangkatan ke Arab Saudi,” sambungnya.

DA diamankan ke Polres Jakarta Selatan dengan sejumlah barang bukti, yakni 3 visa dan 7 paspor, 1 handphone, dan lainnya.

DA mengaku, dirinya hanya suruhan dari atasannya berinisial Mr. M yang saat ini ada di Riyadh, Arab Saudi. Masih dijelaskan DA, para CPMI dijanjikan digaji 1.200 Riyal atau Rp5.024.400 (jika 1 Riyal Rp 4.187).

“Namun semua legalitas tidak dimiliki oleh saudari DA maupun Mr. M, mulai dari izin penampungan dan yang bersangkutan juga bukan merupakan perusahaan penyedia pekerja migran. Jadi visa yang diterbitkan tiga ini adalah visa ziarah. Jadi bukan terkait dengan kerja, bukan, tapi visa ziarah,” ujarnya.

Saat ini DA telah ditetapkan tersangka dan dijerat Pasal 81 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran dengan ancaman pidana paling lama 10 tahun penjara, serta Pasal 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara.

Terkait