Bagikan:

JAKARTA – Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada menilai kasus pungutan liar di rutan yang menyeret 15 pegawai membuktikan terjadinya kegagalan sistem di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Ini tanda bahwa persoalan di internal KPK sangat serius, bahkan sistemik. Dari level para pimpinan misalnya terlihat dari Firli Bahuri jadi tersangka juga sampai level paling bawah di level pegawai itu rusak. Ini menunjukkan kerusakan yang merata, ini sistemik dari level atas sampai level bawah,” ujar peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman, Minggu 17 Maret 2024.

Dia juga menyoroti adanya tersangka pungli rutan dari institusi lain yang diperbantukan di KPK. Karena itu, hal tersebut harus menjadi alarm agar pegawai KPK tidak diisi dari pihak eksternal.

“Saya melihat, meski tidak semua, pegawai dari luar yang ditempatkan di KPK membawa penyakit dari luar. Kemudian, ketika bekerja di KPK, penyakit itu tetap lestari karena penyakit itu sudah menjadi kebiasaan bertahun-tahun,” imbuhnya.

Hal ini makin diperparah dengan tidak adanya sistem di KPK yang bisa melakukan pengawasan ketat kepada seluruh pegawai yang bekerja di lembaga antirasuah tersebut.

“Sayangnya, KPK tidak punya sistem untuk memastikan bahwa penyakit dari luar itu hilang di KPK. Justru KPK terinfeksi penyakit dari luar ini dan itu ditunjukkan dari beberapa pegawai itu memang adalah pegawai non-organik KPK. Mereka sebenarnya PNS dari kementerian atau lembaga dari luar KPK yang ditempatkan di KPK,” terang Zaenur.

Dia menegaskan, berbagai kasus yang menimpa KPK merupakan hal yang ironi dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Sebab, kasus tersebut justru terjadi di institusi yang seharusnya memberantas korupsi, termasuk pungli di dalamnya.