Bagikan:

JAKARTA - Ratusan tambang yang diduga ilegal masih terus beroperasi di kawasan Kalimantan Timur (Kaltim). Pemerintah maupun aparat penegak hukum dianggap belum melakukan tindakan apa pun padahal kegiatan ini berpotensi merugikan negara.

Hal ini disampaikan praktisi hukum, Deolipa Yumara, dalam diskusi bertajuk ‘Menyoal Penegakan Hukum Ilegal Minning di Indonesia’. Dia mengklaim mengantongi data dari angka tambang ilegal yang disebutnya.

“Kita dapat informasi ada 200 titik (tambang ilegal, red) dan ini masih sebagian kecilnya,” kata Deolipa dalam kegiatan yang digelar di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Jumat, 15 Maret.

Tambang ilegal itu biasanya ada di antara dua tambang yang mempunyai izin. Sedangkan untuk transportasinya biasa memanfaatkan pelabuhan legal.

Untuk sekali pengangkutan di tambang legal, satu kapal tongkang bisa membawa 7.500 ton komoditas tambang atau senilai Rp8 miliar. Potensi inilah yang kemudian menimbulkan kerugian negara, kata Deolipa.

Apalagi, dalam satu hari bisa lebih dari 15 kapal tongkang yang beroperasi mengangkut hasil tambang ilegal itu. “Kerugian negaranya bisa triliunan,” tegasnya.

Selain itu, Deolipa menerangkan banyak kerugian yang bisa ditimbulkan karena tambang ilegal. Di antaranya adalah kerusakan lingkungan hingga konflik sosial.

Hanya saja, pemerintah daerah masih terkesan tutup mata dengan masalah ini. “Tapi kan izinnya dari pusat, jadi ngapain kita (pemerintah daerah, red) mengawasi,” ungkapnya.

Sementara itu, Ahmad Redi yang merupakan ahli bidang hukum pertambangan menyebut regulasi yang ada sebenarnya sudah baik. Tapi, perizinan tak mudah didapat masyarakat hingga menyebabkan pemufakatan jahat terjadi.

Termasuk, tak jarang masyarakat memilih untuk mengoperasikan tambang ilegal karena dianggap lebih ringkas. “Secara norma, pasal Undang-Undang Mineral dan Batubara apabila dia (penambang, red) memanfaatkan secara ilegal maka itu secara hukumnya jelas,” pungkas Redi.