Bagikan:

JAKARTA - Kuasa hukum dua anggota nonaktif Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur menyebut surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan pemalsuan data dan daftar pemilih Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia telah kedaluwarsa.

Hal itu disampaikan kuasa hukum terdakwa empat Aprijon, Emil Salim dan terdakwa tujuh Masduki Khamdan Muchamad, Akbar Hidayatullah dalam sidang pembacaan nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 14 Maret. 

Emil menjelaskan penyidikan perkara bermula dari temuan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Luar Negeri Kuala Lumpur pada 22 Januari 2024. Namun, temuan tersebut baru diteruskan kepada penyidik Polri pada Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Luar Negeri 28 hari kemudian atau tanggal 19 Februari 2024.

“Dengan demikian, laporan yang dibuat oleh Panwaslu Luar Negeri di Kuala Lumpur, Malaysia kepada penyidik kepolisian pada Gakkumdu telah kedaluwarsa karena melampaui batas waktu 14 hari kerja sejak temuan atau laporan diregistrasi,” kata Emil dilansir dari Antara. 

Sementara itu, Akbar mendalilkan surat dakwaan atas kliennya kedaluwarsa karena temuan pelanggaran oleh Panwaslu Luar Negeri Kuala Lumpur melampaui batas waktu yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Peraturan Badan Pengawas Pemilu (Perbawaslu) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilu.

Akbar menyebut Pasal 454 Ayat (5) Undang-Undang Pemilu dan Pasal 5 Ayat (1) huruf b Perbawaslu Nomor 7 Tahun 2022 pada pokoknya mengatur bahwa hasil pengawasan ditetapkan sebagai temuan pelanggaran pemilu paling lama tujuh hari sejak dugaan pelanggaran ditemukan.

Jaksa, kata Akbar, mendakwa kliennya dengan dasar rapat pleno penetapan Daftar Pemilih Sementara (DPS) tanggal 5 April 2023, rapat pleno penetapan DPS Hasil Perbaikan (DPSHP) tanggal 12 Mei 2023, serta Rapat Pleno penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) tanggal 21 Juni 2023; sedangkan perkara bermula dari temuan Panwaslu Luar Negeri Kuala Lumpur yang teregistrasi pada tanggal 18 Januari 2024.

“Bahwa sampai pada saat eksepsi ini kami sampaikan, kami tidak mendapatkan berkas dari penuntut umum terkait temuan dan rekomendasi Panwaslu Luar Negeri sehubungan dengan pelanggaran penetapan DPS, DPSHP dan DPT,” sambung Akbar.

Pada pokoknya, kuasa hukum Aprijon dan Masduki mendalilkan surat dakwaan tidak cermat, jelas, dan lengkap. Atas dasar itu, kuasa hukum kedua terdakwa meminta majelis hakim menyatakan surat dakwaan dibatalkan demi hukum dan membebaskan kliennya dari segala dakwaan.

Diketahui, eksepsi diajukan hanya oleh dua dari total tujuh anggota nonaktif PPLN Kuala Lumpur yang didakwa secara bersamaan dalam perkara ini.

Tujuh orang terdakwa tersebut adalah Ketua PPLN Kuala Lumpur Umar Faruk, anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Keuangan Tita Octavia Cahya Rahayu, anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Data dan Informasi Dicky Saputra, dan Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi SDM Aprijon.

Kemudian, anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Sosialisasi Puji Sumarsono, anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu Khalil, dan anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Logistik Masduki Khamdan Muhammad.

Jaksa mengatakan para terdakwa memasukkan data yang tidak benar dan tidak valid karena tidak sesuai hasil pencocokan dan penelitian data (coklit) ke dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS), menjadi DPS Hasil Perbaikan (DPSHP), dan ditetapkan menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Para terdakwa juga disebut memindahkan daftar pemilih metode Tempat Pemungutan Suara (TPS) ke metode Kotak Suara Keliling (KSK) dan Pos dalam kondisi data dan alamat pemilih yang tidak jelas atau tidak lengkap.

Ketujuh terdakwa didakwa melanggar Pasal 544 atau Pasal 545 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.