JAKARTA - Kuasa hukum ketujuh anggota nonaktif Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur meminta para terdakwa kasus dugaan pemalsuan data dan daftar pemilih Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia, dibebaskan dari dakwaan dan tuntutan.
"Kami memohon majelis hakim membebaskan terdakwa dari dakwaan atau setidak-tidaknya melepaskan dari segala tuntutan penuntut hukum," kata kuasa hukum terdakwa empat Aprijon, Emil Salim dalam sidang pembacaan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dilansir ANTARA, Rabu, 20 Maret.
Emil menuturkan para terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana maupun telah dengan sengaja melakukan perbuatan hukum berupa memalsukan data dan daftar pemilih, baik yang menyuruh melakukan atau yang turut serta melakukan, sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kesatu surat dakwaan penuntut umum.
Adapun permintaan Emil tersebut diikuti oleh kuasa hukum terdakwa satu, tiga, lima, dan enam, kuasa hukum terdakwa dua, serta kuasa hukum terdakwa tujuh.
Nama-nama terdakwa satu hingga tujuh tersebut, yakni Ketua PPLN Kuala Lumpur Umar Faruk, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Keuangan Tita Octavia Cahya Rahayu, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Data dan Informasi Dicky Saputra, serta Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi SDM Aprijon.
Kemudian, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Sosialisasi Puji Sumarsono, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu A. Khalil, serta Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Logistik Masduki Khamdan Muchamad.
Selain meminta para terdakwa dibebaskan, para kuasa hukum turut meminta majelis hakim untuk merehabilitasi nama baik para terdakwa serta membebankan biaya perkara kepada negara.
Jika majelis hukum berpendapat lain, Emil memohon putusan majelis hakim yang seadil-adilnya dengan pertimbangan, antara lain Aprijon merupakan dosen yang sedang menempuh pendidikan doktoral di salah satu universitas Malaysia, memiliki istri yang sedang hamil, tidak pernah dihukum, serta bersikap baik dan kooperatif selama persidangan.
Sementara kuasa hukum terdakwa tujuh Masduki, Akbar Hidayatullah meminta majelis hakim memberikan putusan seringan-ringannya kepada kliennya mengingat Masduki memiliki tanggungan istri dan putri yang baru berumur 1 tahun.
Tujuh anggota nonaktif Panitia PPLN Kuala Lumpur dituntut 6 bulan penjara dan denda Rp10 juta subsider pidana kurungan 3 bulan dalam kasus dugaan pemalsuan data dan daftar pemilih Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Terdakwa satu hingga enam dituntut pidana penjara selama 6 bulan, dengan ketentuan tidak perlu ditahan apabila mereka tidak mengulangi perbuatan atau melakukan tindak pidana lainnya selama satu tahun setelah putusan berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Sementara khusus terdakwa tujuh, dituntut pidana penjara 6 bulan dengan perintah penahanan rutan.
Pada perkara itu, tujuh anggota nonaktif PPLN Kuala Lumpur didakwa memalsukan data dan daftar pemilih luar negeri Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Jaksa meyakini para terdakwa memasukkan data yang tidak benar dan tidak valid karena tidak sesuai hasil pencocokan dan penelitian (coklit) ke dalam Data Pemilih Sementara (DPS), menjadi DPS Hasil Perbaikan (DPSHP), dan kemudian ditetapkan menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Para terdakwa juga disebut memindahkan daftar pemilih metode Tempat Pemungutan Suara (TPS) ke metode Kotak Suara Keliling (KSK) dan Pos dalam kondisi data dan alamat pemilih yang tidak jelas atau tidak lengkap.