Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemanggilan enam pegawai negeri sipil (PNS) pada hari ini, Rabu, 13 Maret. Mereka akan dimintai keterangan penyidik sebagai saksi dugaan korupsi pengadaan barang di rumah dinas anggota dewan.

"Tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 13 Maret.

Ali memerinci empat saksi berasal dari Setjen DPR RI adalah Ahmat Sopiulloh yang merupakan Kasubbag RJA Kalibata 2019-2021, Deden Rohendi, Dedik Wiegya Aryanto yang pernah menjadi Anggota Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan Pengadaan Sarana Kelengkapan RJA Kalibata DPR RI tahun anggaran 2020, dan Dina Khairani yang merupakan analisis infrastruktur.

Kemudian ada juga PNS dari Kementerian Keuangan yaitu Djamaluddin yang merupakan Kasubdit Anggaran Bidang Agama dan Lembaga Tinggi Negara, Endang Komar yang merupakan PNS dan menjadi Kasubbag Pengelolaan Rumah Jabatan Pimpinan dan RJA Ulujami DPR RI.

Terakhir, penyidik juga memanggil Pengadministrasi Umum bernama Agus Suhendi. "(Pemeriksaan, red) bertempat di Gedung Merah Putih KPK," ujar Ali.

Belum dirinci materi pemeriksaan yang akan didalami penyidik. Namun, ketujuh saksi ini diyakini mengetahui dugaan korupsi terkait pengadaan di rumah dinas anggota DPR RI tersebut.

Diberitakan sebelumnya, KPK mengungkap dugaan korupsi di Setjen DPR RI berkaitan dengan pengadaan kelengkapan furniture atau perabotan di rumah dinas anggota parlemen. Ada dugaan pengisian ruang tamu hingga kamar tidur sudah dicurangi.

Tujuh orang sudah dicegah ke luar negeri dalam kasus ini. Dari informasi yang dihimpun, mereka adalah Sekjen DPR RI Indra Iskandar; Kepala Bagian Pengelolaan Rumjab DPR RI Hiphi Hidupati; Dirut PT Daya Indah Dinamika, Tanti Nugroho; dan Direktur PT Dwitunggal Bangun Persada, Juanda Hasurungan Sidabutar.

Kemudian turut dicegah juga adalah Direktur Operasional PT Avantgarde Production, Kibun Roni; Project Manager PT Integra Indocabinet, Andrias Catur Prasetya; dan Edwin Budiman yang merupakan swasta.

Adapun modus yang terjadi dalam kasus ini adalah pelanggaran beberapa ketentuan terkait pengadaan barang dan jasa. Selain itu, terjadi penggelembungan anggaran atau mark-up.