Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita dokumen yang diduga berkaitan dengan dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di rumah jabatan anggota DPR RI. Upaya paksa ini dilakukan saat penyidik memeriksa dua saksi, salah satunya Hiphi Hidupati selaku Kepala Bagian Pengelolaan Rumah Jabatan DPR RI periode 2019-2022.

Hiphi diperiksa penyidik pada Senin, 6 Januari kemarin. Dia digarap di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.

“Penyidik hanya melalukan penyitaan terhadap dokumen-dokumen yang diduga terkait dengan pengadaan barang dan jasa pada rumah dinas anggota DPR,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika kepada wartawan, Selasa, 7 Januari.

Penyitaan dokumen juga dilakukan dari tangan karyawan swasta bernama Purwadi. Hanya saja, Tessa tidak memerinci lebih lanjut perihal berkas yang disita penyidik itu.

Diberitakan sebelumnya, KPK sedang mengusut dugaan korupsi di Setjen DPR berkaitan dengan pengadaan kelengkapan furniture atau perabotan di rumah dinas anggota parlemen. Diduga pengisian ruang tamu hingga kamar tidur dicurangi.

Modus yang terjadi dalam kasus ini adalah pelanggaran beberapa ketentuan terkait pengadaan barang dan jasa dan penggelembungan anggaran atau mark-up. Rumah dinas yang pengisiannya dikorupsi terletak di Kalibata dan Ulujami, Jakarta Selatan.

Dalam kasus ini, permintaan cegah ke luar negeri juga sudah dilakukan terhadap tujuh orang. Mereka yang tak boleh berpergian adalah Sekjen DPR RI Indra Iskandar; Kepala Bagian Pengelolaan Rumah Jabatan DPR RI periode 2019-2022, Hiphi Hidupati; Dirut PT Daya Indah Dinamika, Tanti Nugroho; dan Direktur PT Dwitunggal Bangun Persada, Juanda Hasurungan Sidabutar.

Kemudian turut dicegah juga adalah Direktur Operasional PT Avantgarde Production, Kibun Roni; Project Manager PT Integra Indocabinet, Andrias Catur Prasetya; dan Edwin Budiman yang merupakan swasta.

Adapun komisi antirasuah belum menahan tersangka dalam kasus ini. Sebab, penghitungan kerugian negara masih belum selesai karena mereka disangka melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 UU Tipikor.