Bagikan:

JAKARTA - Hampir 20 ribu orang menjalankan tes COVID-19 di Korea Selatan setiap harinya. Jumlah ini disebut sebagai yang terbanyak di dunia. Walaupun harus mengetes puluhan ribu orang, namun tak perlu waktu lama bagi otoritas dan masyarakat mengetahui hasil tes tersebut.

Alasannya, sampel yang sudah diambil dari mereka yang diduga terjangkit COVID-19 segera dikirimkan ke laboratorium paling dekat dengan lokasi pengambilan sampel. Selanjutnya, para petugas laboratorium akan bekerja selama bergiliran selama 24 jam tanpa henti untuk memproses sampel yang telah mereka dapatkan.

Dilansir dari BBCIndonesia, jika membatasi penyebaran COVID-19 adalah peperangan maka laboratorium ini adalah garis pertahanan yang berada di paling depan bagi Korea Selatan. Otoritas negara ini pun paham soal itu. Sebab, saat ini Korea Selatan telah menciptakan 96 jaringan laboratorium milik pemerintah dan swasta untuk menguji keberadaan virus tersebut di tengah masyarakat. 

Menurut pejabat kesehatan setempat, banyaknya laboratorium dan cepatnya para staf memproses sampel orang yang diduga mengidap COVID-19, diperlukan untuk menyelamatkan masyarakat dari virus tersebut. Hal ini terbukti dengan tingkat kematian di Korea Selatan akibat virus tersebut hanya berada di angka 0,7 persen. 

Padahal berdasarkan World Health Organization (WHO) angka kematian akibat COVID-19 ini mencapai 3,4 persen.

Belajar dari penyebaran MERS

Cara melawan COVID-19, belajar dari pengalaman mereka saat mengalami sindrom Pernapasan Timur Tengah (Mers) pada beberapa tahun yang lalu. Hal ini disampaikan oleh Ketua Yayasan Laboratorium Obat, Profesor Gye Cheol Kwon.

Menurut Kwon, saat wabah MERS terjadi, ada 36 orang yang meninggal dunia di Korea Selatan. Kejadian ini, membuat pemerintah meninjau ulang pendekatan terhadap penyakit menular. Pusat Pengendalian Penyakit di negara itu bahkan mendirikan divisi khusus untuk mempersiapkan diri jika kasus semacam ini terjadi dan akhirnya teruji saat ini.

"Saya pikir deteksi pasien secara dini dengan tes akurat disusul isolasi bisa menurunkan tingkat kematian dan mencegah virus menyebar. Belajar dari masa lalu dan menyiapkan sistem dari jauh hari mungkin adalah kekuatan utama untuk mengatasi bencana jenis baru ini," ungkap Kwon.

Laporan dari BBCIndonesia ini juga mencatat tak ada kekurangan dari alat uji yang digunakan di Korea Selatan. Saat ini, sudah ada empat perusahaan yang mendapat izin pemerintah untuk membuatnya. Sehingga, saat ini Korsel mampu menguji 140.000 sampel tiap minggunya.

Akurasi ini alat tes ini, kata Kwon mencapai 98 persen. Sehingga, jika berkaca dari kemampuan mereka menguji begitu banyak orang dalam waktu bersamaan, rasanya wajar jika Korea Selatan lanyas menjadi panutan bagi negara lain yang saat ini juga berjuang berperang melawan virus COVID-19.

Meski begitu, laporan ini juga mencatat jika Korsel sebenarnya tak sempurna dalam penanganan virus yang berasal dari daratan China tersebut. Setidaknya, ada dua pasien yang meninggal dunia ketika menunggu ranjang rumah sakit di Daegu. Kota ini, diketahui menjadi kota yang terparah dalam penyebaran virus tersebut.

Penyebabnya, saat itu Korea Selatan mengarantina semua orang yang terinfeksi virus tersebut di rumah sakit. Namun, menurut spesialis penyakit menular dari Korea National Medical Centre, Kim Yeon-Jae, kini para dokter di negara tersebut mendapatkan cara baru yang lebih jitu. Pasien dengan gejala terjangkit lebih ringan cukup ditangani di rumah. Sehingga, rumah sakit bisa ditempati mereka yang perlu penanganan lebih cepat.

"Kami tidak bisa mengarantina dan merawat semua pasien. Mereka yang punya gejala ringan harus tinggal di rumah dan mendapat penanganan," ungkap Kim.

"Kami harus mengubah tujuan akhir kami, yaitu menurunkan tingkat kematian. Jadi negara lain seperti Italia yang banyak pasiennya, harus mengubah strategi mereka juga."

Selain itu, pihak otoritas Korea Selatan juga menyiapkan tempat pengujian atau laboratorium bongkar pasang yang bisa dipasang langsung di manapun virus itu menyebar.

Dalam penanganan virus ini, Korea juga diketahui tidak melakukan penutupan kawasan atau lockdown. Tak ada juga blokade jalan dan pembatasan pergerakan. Sebab menelusuri, melakukan tes, dan penanganan adalah kunci utama.

Selain itu, mereka kini juga menempatkan kamera pendeteksi suhu tubuh di pintu masuk gedung-gedung besar lengkap dengan cairan hand sanitizer. Bahkan, ada orang yang menggunakan kostum di pintu masuk kereta bawah tanah untuk mengingatkan orang segera mencuci tangan.