Bagikan:

DENPASAR - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RImengeluarkan surat penghentian hak-hak keuangan administratif dan fasilitas lainnya untuk anggota DPD asal Bali, I Gusti Ngurah Arya Wedakarna alias AWK.

Surat tersebut, dengan nomor RT.01/215/DPDRI/lll/2024 dan tertera pada tanggal 5 Maret 2024 dengan mengatasnamakan Deputi Bidang Administrasi yaitu Lalu Niqman Zahir beserta tanda tangannya.

Dalam surat tersebut, bertuliskan berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 35P, Tahun 2024 tanggal 22 Februari 2024 bahwa Bapak Dr. Shri Arya Wedakarna, MWS., S.E., (M.TRU) telah mendapatkan peresmian pemberhentian sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia dan anggota majelis permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, sebagaimana surat Keputusan Presiden (Keppres) RI.

"Bahwa dengan telah diresmikannya pemberhentian bapak (Arya Wedakarna), sebagaimana dalam keputusan presiden tersebut di atas, maka dengan demikian segala hak keuangan, administratif serta fasilitas lainnya dihentikan," dikutip dalam surat tersebut, Selasa, 5 Maret.

"Sehubungan dengan hal tersebut, maka Bapak (Arya Wedakarna) tidak diperkenankan lagi menggunakan fasilitas gedung/ruang kerja serta fasilitas lainnya termasuk menggunakan kop surat, dan administrasi lainnya atas nama anggota DPD RI Provinsi Bali," tulisnya.

Dalam surat tersebut juga meminta Arya Wedakarna agar mengambil barang-barang pribadinya di ruang kerjanya karena akan dilakukan Pergantian Antar Waktu (PAW) untuk mengganti AWK.

"Selanjutnya terhadap fasilitas ruang kerja anggota DPD RI di Ibu Kota Negara maupun di Ibu Kota Provinsi akan dipersiapkan untuk anggota DPD RI Penggantian Antar Waktu (PAW) untuk itu kami mohon kiranya Bapak (Arya Wiguna) dapat mengambil barang barang pribadi di kedua ruang kerja tersebut paling lambat tanggal 12 Maret 2024," jelasnya.

 

Saat dikonfirmasi, Arya Wedakarna merespons soal keluarnya surat dari DPD tersebut. AWK menegaskan surat itu sebenarnya internal dan rahasia namun malah beredar ke publik.

"Saya sayangkan surat internal dan rahasia itu kok bisa beredar. Kentara sekali niatan politiknya. Dan secara umum pendapat saya, iya biasa biasa saja karena sifatnya administratif. Dan belum tentu jadi kenyataan. Kita tunggu saja hasil gugatan kami di PTUN dan PN Jakarta. Kita hormati hukum," ujarnya.