JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kekinian mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) nonaktif Hasbi Hasan. Upaya ini merupakan pengembangan dari kasus suap pengurusan perkara yang sudah dilakukan sebelumnya.
“Kami juga ingin menyiapkan pasal-pasal dari perundang-undangan lain dalam konteks perkara yang menjadi kewenangan KPK, tentu TPPU," kata Kepala Bagian Pemberitaan Fikri kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 5 Maret.
Ali menyebut dugaan pencucian uang ditangani sejak awal 2024 tapi belum dirinci siapa saja tersangkanya.
Sementara dari informasi yang dikumpulkan Hasbi kembali jadi tersangka bersama artis Windy Yunita Bestari Usman atau Windy Idol sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Sejak Januari yang lalu KPK juga telah mengembangkan perkara ini ke pasal-pasal tindak pidana pencucian uang," tegasnya.
Selain itu, penyidik juga mengembangkan dugaan pemberian suap untuk perkara lain yang diurusi Hasbi. “Karena tentu perkara yang sudah dilakukan proses penyidikan persidangan itu kan tidak boleh kemudian dilakukan proses yang sama," ujar Ali.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, Sekretaris MA Hasbi Hasan didakwa menerima suap Rp3 miliar yang diantar langsung ke kantornya oleh eks Komisaris PT Wika Beton, Dadan Tri Yudianto. Pemberian ini diberikan untuk membantu Hendry Tanaka memenangkan gugatan kasus kepailitan Koperasi Simpan Pinajam (KSP) di tingkat kasasi.
Adapun yang jadi pihak tergugat adalah Budiman Gandi Suparman. Untuk memuluskan itu, Hendry awalnya minta tolong melalui Dadan yang kemudian disanggupi.
Setelah terjadi komunikasi ada pemberian uang untuk mengurus perkara. Pemberian uang awalnya Rp11,2 miliar dan Rp3 miliar diserahkan kepada Hasbi.
“Atas penarikan uang tersebut selanjutnya sebesar Rp3 miliar dalam pecahan Rp100 ribu oleh Dadan Tri Yudianto dibawa ke kantor Mahkamah Agung," demikian bunyi dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa, 5 Desember.
Akibat perbuatannya, dia kemudian didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan/atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.