Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada izin usaha pertambangan yang diterbitkan tanpa mengikuti mekanisme bahkan dipesan oleh Gubernur Maluku Utara nonaktif Abdul Gani Kasuba.

Direktur Hilirisasi bidang Mineral dan Batubara Kementerian Investasi/BKPM Hasyim Daeng Barang dicecar soal ini pada Jumat, 1 Maret pekan lalu.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan Hasyim memenuhi panggilan sebagai saksi. Ia diduga tahu proses pemberian izin usaha tambang tanpa mekanisme yang seharusnya.

“Yang bersangkutan hadir dan didalami kembali pengetahuannya antara lain kaitan dugaan adanya pemberian izin usaha bagi pihak swasta salah satunya dibidang pertambangan tanpa melalui mekanisme dan atas pesanan dari tersangka AGK selaku Gubernur Malut,” kata Ali kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 5 Maret.

Ali tak memerinci proses penerbitan tersebut. Namun, keterangan Hasyim diyakini akan membuat terang perbuatan.

Diberitakan sebelumnya, Abdul Gani Kasuba jadi tersangka dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa serta pemberian izin di lingkungan Pemprov Maluku Utara. Ia ditahan bersama lima tersangka lainnya sejak 20 Desember setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT).

Lima tersangka itu adalah Kadis Perumahan dan Pemukiman Pemprov Maluku Utara Adnan Hasanudin; Kadis PUPR Pemprov Maluku Daud Ismail; Kepala BPPBJ Pemprov Maluku Utara Ridwan Arsan; Ramadhan Ibrahim yang merupakan ajudan Abdul Gani serta pihak swasta, yakni Stevi Thomas dan Kristian Wuisan.

 

 

Dalam kasus ini, Abdul Gani dijerat karena diduga ikut menentukan kontraktor yang akan dimenangkan dalam lelang proyek pekerjaan di provinsi yang dipimpinnya. Ia bahkan menentukan besaran setoran dari para pengusaha.

KPK menduga Abdul Gani juga memerintahkan anak buahnya memanipulasi pekerjaan seolah-olah proyek yang dikerjakan sudah selesai 50 persen. Tujuannya, agar anggaran yang berasal dari APBD bisa dicairkan.

Abdul disebut KPK tak secara langsung menerima duit dari para kontraktor. Ia menggunakan rekening penampung yang dipegang orang kepercayaannya.

Uang tersebut kemudian digunakan Abdul Gani untuk membayar penginapan hingga membayar cek kesehatannya. Jumlah temuan awal yang didapat KPK dalam rekening itu mencapai Rp2,2 miliar.