Bagikan:

JAKARTA - Dokter di Kota Rafah, Jalur Gaza yang dilanda perang memperingatkan sistem kesehatan di wilayah kantong Palestina itu hancur total, sementara jumlah korban jiwa akibat konflik Hamas-Israel di sana terus bertambah.

Seorang dokter keturunan Palestina-Amerika yang merawat warga Palestina yang mengalami luka trauma di luar tenda di kota Rafah di bagian selatan, tempat lebih dari satu juta orang berlindung, memperingatkan sistem layanan kesehatan di Gaza "telah hancur total."

"Kami pada dasarnya adalah satu-satunya fasilitas trauma dan kami beroperasi di tenda-tenda untuk menangani cedera traumatis serta keadaan darurat medis," Dr. Mohammad Subeh, seorang dokter ruang gawat darurat dari California, mengatakan kepada Michael Holmes dari CNN, seperti dikutip 4 Maret.

Lebih jauh dokter Subeh mengatakan, banyak orang yang meninggal karena penyakit yang sejatinya bisa diobati seperti diabetes dan hipertensi.

"Kami bahkan tidak memiliki alat penyeka alkohol jika saya perlu dipasang infus. Saya perlu membersihkan kulit Anda dengan baik, untuk memastikan saya tidak menimbulkan infeksi apa pun. Semuanya dihentikan di perbatasan," katanya.

Pembatasan ketat Israel terhadap bantuan yang masuk ke Jalur Gaza telah secara drastis mengurangi pasokan medis di Gaza.

"Anda melakukan apa yang Anda bisa dengan sumber daya terbatas yang Anda miliki sebagai dokter darurat, mencoba bekerja secara kreatif untuk menemukan solusi dengan cepat guna menstabilkan masyarakat dan mencoba menyelamatkan nyawa," papar Subeh.

Dia menambahkan, telah terjadi "penghancuran sistematis yang disengaja terhadap setiap elemen infrastruktur" di Gaza, seiring dengan semakin banyaknya pemimpin dunia yang memperingatkan akan meningkatnya jumlah korban jiwa warga Palestina yang tewas akibat serangan Israel.

Sementara itu, Kementerian Kesehatan di Gaza mengatakan pada Hari Senin, jumlah korban tewas warga Palestina telah mencapai 30.534 jiwa, sementara sekitar 71.920 orang lainnya terluka, seperti dikutip dari Anadolu.

"Pendudukan Israel melakukan 13 pembantaian terhadap keluarga di Jalur Gaza, menyebabkan 124 orang mati syahid dan 210 orang terluka selama 24 jam terakhir," kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan.

"Banyak orang masih terjebak di bawah reruntuhan dan di jalan karena tim penyelamat tidak dapat menjangkau mereka," sambung pernyataan itu.

Di sisi lain, Israel selalu menegaskan pihaknya tidak sengaja menargetkan warga sipil.