Bagikan:

MANOKWARI - Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Provinsi Papua Barat belum mencabut larangan terhadap lalu lintas babi maupun produk turunannya sejak 2021. 

Salah satu tujuannya yaitu mencegah penularan virus African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika. Peningkatan pengawasan lewat bandar udara dan pelabuhan laut juga terus ditingkatkan.

Kepala Karantina Papua Barat Sondang Sitorus mengatakan, larangan lalu lintas babi tertuang dalam Surat Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Papua Barat Nomor 970/542/DIS-PKH-PB/04/2021.

"Sampai sekarang masih dilarang. Tidak boleh ada babi yang masuk atau keluar dari Papua Barat," kata Sondang Sitorus di Manokwari, Antara, Rabu, 28 Februari.

Untuk mengoptimalkan pengawasan jalur laut, kata dia, Karantina telah bekerja sama dengan Fasharkan TNI Angkatan Laut Manokwari, Ditpolairud Polda Papua Barat, dan instansi pemerintah daerah.

Sinergisitas dan kolaborasi merupakan langkah strategis yang berdampak positif terhadap upaya mencegah masuk dan keluar babi serta produk turunan melalui dermaga-dermaga kecil.

"Perlu kolaborasi semua elemen terkait supaya Papua Barat benar-benar tidak terjangkit virus babi," tutur dia.

Ia menjelaskan, bahwa Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Papua Barat rutin mengedukasi pelaku usaha di daerah itu supaya mematuhi aturan terkait pelarangan mendatangkan maupun mengeluarkan babi serta produk turunan.

Sementara untuk tingkat peternak babi, sosialisasi dan edukasi menjadi tanggung jawab dari pemerintah kabupaten melalui dinas terkait se-Papua Barat.

"Karantina rutin sosialisasi tapi terbatas ke pelaku usaha. Kalau sosialisasi ke tingkat peternak, itu ranahnya pemda," ucap Sondang.

Menurut dia, apabila ditemukan ada hewan babi yang telah terpapar virus ASF, maka Karantina segera dinas terkait untuk mengambil tindakan pemusnahan hewan dimaksud.

Langkah selanjutnya ialah melakukan penyemprotan disinfektan secara menyeluruh guna meminimalisasi penularan virus ASF ke babi yang lain di lokasi tersebut.

"Kalau dalam pemantauan ditemukan sampel darah hewan sudah ada yang terpapar, maka kami koordinasi ke dinas," kata Sondang.

Sebagai informasi, ada sejumlah tanda klinis babi yang terpapar virus ASF meliputi kemerahan di bagian perut, dada, dan scrotum. Kemudian, diare berdarah, kemerahan pada telinga, demam 41° celcius, konjungtivitas, anoreksia, ataksia, paresis, kejang, terkadang muntah, dan pendarahan kulit sianosis.

​Kondisi klinisi itu mengakibatkan babi semakin tertekan, sering tidur telentang, kesulitan bernafas, dan tidak mau makan.

Virus ASF dapat menyebar melalui kontak langsung, serangga, pakaian, peralatan ternak, kendaraan, dan pakan yang telah terkontaminasi.​