JAKARTA - Seorang anggota aktif Angkatan Udara Amerika Serikat membakar dirinya pada Minggu (25/2) di depan kedutaan besar Israel di Washington, D.C. sebagai bentuk protes terhadap perang di Gaza, menurut beberapa laporan pemberitaan.
Api kemudian dipadamkan oleh anggota Dinas Rahasia, dan kemudian pria tersebut dilarikan ke rumah sakit setempat karena "cedera kritis yang mengancam jiwa," kata Departemen Layanan Medis Darurat dan Pemadam Kebakaran DC dilansir ANTARA dari Anadolu, Senin, 26 Februari.
Beberapa laporan yang mengutip siaran langsung kejadian tersebut mengatakan pria itu meneriakkan "Bebaskan Palestina" sambil membakar diri.
Washington Post mengutip juru bicara Angkatan Udara, Rose M. Riley, yang membenarkan bahwa "seorang penerbang aktif terlibat dalam insiden hari ini."
Dalam video yang disiarkan langsung oleh platform Twich yang kemudian dihapus, pria itu disebut mengatakan "tidak akan lagi terlibat dalam genosida" mengacu pada pembunuhan oleh Israel di Gaza sejak Oktober.
Dia juga dilaporkan mengatakan "Saya akan melakukan aksi protes ekstrem."
Sementara pihak berwenang mengatakan bahwa penyelidikan sedang berlangsung.
Sebelumnya pada Desember, seorang pria membakar dirinya di depan Konsulat Israel di Atlanta, Georgia sebagai protes atas serangan Israel di Gaza.
Israel telah melancarkan serangan mematikan di Jalur Gaza sejak serangan lintas batas oleh kelompok Palestina Hamas pada 7 Oktober, menewaskan lebih dari 29.690 orang dan menyebabkan kehancuran massal dan kekurangan bahan kebutuhan, sementara hampir 1.200 warga Israel diyakini telah terbunuh.
Perang tersebut menyebabkan 85 persen penduduk di wilayah itu mengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih dan obat-obatan, sementara 60 persen infrastruktur rusak atau hancur, menurut PBB.
Mengenai gugatan genosida di Mahkamah Internasional. Pengadilan tersebut mengeluarkan keputusan sementara pada Januari yang memerintahkan Tel Aviv untuk menghentikan tindakan genosida dan menjamin bahwa bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.
Namun, permusuhan terus berlanjut dan pengiriman bantuan masih belum cukup untuk mengatasi bencana kemanusiaan tersebut.