JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Sekretaris Daerah (Sekda) Maluku Utara Samsudin Abdul Kadir dan Inspektorat Maluku Utara Nirwan M. T. Ali pada Senin, 19 Februari.
Mereka dipanggil terkait dugaan suap pengadaan dan perijinan proyek yang menjerat Gubernur Maluku Utara nonaktif Abdul Gani Kasuba.
“(Pemeriksaan, red) bertempat digedung Merah Putih KPK,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Senin, 19 Februari.
Selain itu, Ali menyebut komisi antirasuah juga memanggil lima saksi terkait kasus yang sama. Mereka adalah pegawai negeri sipil (PNS) bernama Jufri Salim; Muabdin Hi Radjab yang merupakan pensiunan PNS; swasta yaitu Olivia Bachmid; Direktur Utama PT Adidaya Tangguh, Eddy Sanusi; dan pihak swasta, yaitu Silvester Andreas.
“Tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi,” ungkapnya.
Belum dirinci soal pemeriksaan ketujuh saksi tersebut. Namun, mereka diduga mengetahui perbuatan Abdul Gani Kasuba yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) beberapa waktu lalu.
Diberitakan sebelumnya, Abdul Gani Kasuba menjadi tersangka bersama lima orang lainnya. Mereka adalah Kadis Perumahan dan Permukiman Malut Adnan Hasanudin, Kadis PUPR Malut Daud Ismail, dan Kepala BPPBJ Malut Ridwan Arsan.
Kemudian ikut ditetapkan sebagai tersangka adalah Ramadhan Ibrahim yang merupakan ajudan Abdul Gani serta dua pihak swasta Stevi Thomas dan Kristian Wuisan.
Dalam kasus ini, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut Abdul Gani diduga ikut mengatur pemenang proyek infrastruktur di Maluku Utara yang duitnya berasal dari APBD. Pagu anggarannya mencapai lebih dari Rp500 miliar.
“Dari proyek tersebut AGK menentukan besaran setoran dari para kontraktor,” sebut Alexander.
Abdul Gani kemudian minta anak buahnya memanipulasi pekerjaan seolah-olah sudah selesai lebih 50 persen. “Dengan tujuan agar pencairan anggaran bisa segera dilakukan,” ungkap Alexander.
BACA JUGA:
Abdul tidak secara langsung menerima duit dari para kontraktor. Ia menggunakan rekening penampung yang dipegang orang kepercayaannya, kata Alexander.
“Sebagai bukti permulaan awal yang masuk ke rekening penampung sejumlah Rp2,2 miliar. Uang digunakan untuk kepentingan pribadi AGK berupa pembayaran penginapan di hotel dan membayar kesehatan yang bersangkutan,” ujar Alexander.