Hasil Investigasi Rempang Eco City Sejak 2023 Diserahkan Ombudsman RI ke ATR/BPN hingga Polri
Unjuk rasa warga Pulau Rempang di depan kantor BP Batam menolak gusuran proyek Rempang Eco City berujung ricuh pada September 2023. (ANTARA-Yude)

Bagikan:

JAKARTA - Ombudsman RI menyerahkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) investigasi terkait Proyek Strategis Nasional Rempang Eco City, Kepulauan Riau (Kepri).

Anggota Ombudsman RI Johanes Widijantoro mengatakan investigasi tersebut berlangsung sejak bulan September 2023 hingga awal Januari 2024. 

"Dalam kasus Rempang, kami Ombudsman RI sudah melakukan proses pengumpulan data, pemeriksaan, investigasi sejak bulan September 2023 sampai dengan awal bulan ini (Januari 2024) dan hasilnya sudah kami sampaikan kepada pihak-pihak terkait,” katanya saat konferensi pers yang dipantau secara daring dari Jakarta, Senin 29 Januari, disitat Antara.

LHP diserahkan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Badan Pengusahaan (BP) Batam, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Pemerintah Kota Batam, serta Tim Percepatan Pengembangan Investasi Pengembangan Investasi Ramah Lingkungan (Green Investment) di Kawasan Pulau Rempang.

“Dalam waktu 30 hari ke depan, Ombudsman RI menunggu apa yang nanti menjadi tindak lanjut atau respons dari instansi-instansi yang kami sebutkan tadi dalam menindaklanjuti apa yang direkomendasikan oleh Ombudsman,” ucap Johanes.

Johanes mengatakan bahwa dari hasil investigasi atas prakarsa sendiri itu, Ombudsman RI menemukan adanya malaadministrasi terkait apa yang terjadi di Rempang.

“Pada dasarnya Ombudsman menemukan adanya malaadministrasi yang berkaitan dengan kelalaian, penundaan berlarut, dan langkah-langkah yang tidak prosedural dalam konteks pengembangan Rempang Eco City ini,” tuturnya.

Masing-masing instansi terkait sudah diberikan catatan korektif oleh Ombudsman. Kepada Polri, Ombudsman meminta agar keadilan restoratif (restorative justice) dikedepankan dalam menyelesaikan perkara unjuk rasa tanggal 7 September 2023 dan 11 September 2023.

“Polri dalam hal ini kami minta untuk bisa mengedepankan restorative justice. Kalau bisa, harapannya itu justru akan menjadi sebuah feedback (umpan balik) yang baik bagi warga masyarakat di Rempang untuk tindakan kepolisian yang tidak mengedepankan proses hukum melalui peradilan, melainkan melalui restorative justice,” ujarnya.

Menurut Johanes, warga Rempang yang berunjuk rasa menolak untuk direlokasi sejatinya sedang memperjuangkan kepentingan mereka. Oleh sebab itu, Ombudsman meminta restorative justice dikedepankan.

“Kalau kita bicara soal kriminalitas, hukum pidana, mereka sejatinya sedang berusaha memperjuangkan apa yang menjadi kepentingan mereka untuk tetap bisa tinggal di sana. Namun kemudian, tentu kepolisian juga punya argumentasi kenapa tindakan-tindakannya mengarah kepada penegakan hukum pidana,” kata dia.

Berikutnya, Ombudsman RI menegaskan bahwa Kementerian ATR/BPN harus bekerja sesuai peraturan perundang-undangan yang ada dan mengedepankan prinsip non diskriminasi.

Lebih lanjut, Ombudsman meminta Pemerintah Kota Batam untuk menindaklanjuti Surat Keputusan Wali Kota Batam Nomor KPTS.105/HK/III/2004 tanggal 23 Maret 2004 tentang penetapan wilayah perkampungan tua di Kota Batam.

“Kita semua tahu bahwa proses legalisasi dari masyarakat yang tinggal di kampung tua itu sebenarnya sudah lama dilakukan oleh Pemerintah Kota Batam. Namun kemudian, menurut informasi dan data yang kami temukan, belakangan justru proses itu terhenti, tidak tuntas, dan muncul persoalan baru seiring dengan kebijakan proyek strategis nasional yang kemudian justru mengancam eksistensi mereka,” tutur Johanes.

Sementara itu, kepada BP Batam, Ombudsman meminta agar dicarikan solusi terbaik bagi masyarakat yang masih menolak untuk direlokasi. Ombudsman berharap tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas solusi yang dilahirkan nantinya.