Bagikan:

JAKARTA - Calon wakil presiden nomor urut 1 Muhaimin Iskandar tak mau ambil pusing soal penangkapan politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Reyna Usman yang merupakan mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ketua Umum PKB ini menyerahkan sepenuhnya penanganan kasua dugaan korupsi sistem proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) periode 2012 tersebut.

"Biarkan saja. Kan, sudah kita pasrahkan, proses hukum saja nanti," kata Cak Imin di Kabupaten Badung, Bali, Jumat, 26 Januari.

Cak Imin mengaku partainya belum memberikan bantuan hukum kepada Reyna untuk menghadapi kasus yang tengah diusut lembaga antirasuah tersebut.

"Sampai hari ini (bantuan hukum) diatasi oleh keluarga," tutur Cak Imin.

KPK menahan mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Reyna Usman dan Sekretaris Badan Perencanaan dan Pengembangan (Barenbang) Kemenaker, I Nyoman Darmanta.

Keduanya diduga mengondisikan lelang proyek sistem proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) periode 2012.

"Pengondisian pemenang lelang diketahui sepenuhnya oleh IND dan RU," ujar Wakil Ketua KPK, Alex Marwata kepada wartawan, Kamis, 25 Januari.

Pengondisian lelang itu berawal saat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi melaksanakan pengadaan sistem proteksi TKI pada 2012.

Kemudian, Reyna mengajukan anggaran senilai Rp20 miliar untuk pengadaan tersebut. Lalu, I Nyoman Darmanta ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Komitmen atau PPK.

Selanjutanya, I Nyoman dan Direktur PT Adi Inti Mendiri, Karunia, mengadakan pertemuan pada Maret 2012. Dalam pertemuan ini, disepakati penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) menggunakan data tunggal dari PT AIM.

"Untuk proses lelang yang sejak awal telah dikondisikan pihak pemenanganya adalah perusahaan milik KRN," ucapnya.

Setelah proyek itu berjalan, pemeriksaan dilakukan. Ternyata, ada item pekerjaan yang tak sesuai spesifikasi saat kontrak pekerjaan dilaksanakan seperti komposisi hardware dan software.

"Kondisi faktual dimaksud diantaranya belum dilakukan instalasi pemasangan hardware dan software sama sekali untuk yang menjadi basis utama penempatan TKI di Malaysia dan Saudi Arabia," ujar Alex.

Hanya saja, PT AIM atas persetujuan Nyoman tetap menerima pembayaran 100 persen. Padahal, pekerjaan di lapangan belum selesai.

"Berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan, dugaan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dalam pengadaan ini sejumlah sekitar Rp17,6 miliar," kata Alex.

Dalam perkara ini, mereka dipersangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.