JAKARTA - Ketua Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango mengatakan konflik kepentingan atau conflict of interest adalah bentuk nyata praktik korupsi. Pejabat harusnya menjauhi hal tersebut.
“Conflict of interest (konflik kepentingan) bukan lagi sekadar embrio korupsi melainkan wujud nyata perilaku korupsi itu sendiri,” kata Nawawi dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Kamis, 25 Januari.
Nawawi menilai pejabat harusnya sadar ada UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Hanya saja, di lapangan ternyata tidak begitu.
BACA JUGA:
Sehingga, Nawawi menilai perundangan ini harusnya makin diperkuat untuk mencegah terus terjadinya konflik kepentingan. Bahkan, jika perlu hal ini dimasukkan ke dalam instrumen yang bisa digarap oleh KPK ke depannya.
“Tambahkan pada UU KPK (untuk, red) menjadi salah satu instrumen atau sistem yang dikelola untuk mencegah korupsi sebagaimana LHKPN dan pengaturan gratifikasi,” ujarnya.
Selain itu, Nawawi bilang ada usulan lain seperti membuat perundangan khusus atau menyempurnakan UU Nomor 28 Tahun 1999.
Ke depan, komisi antirasuah juga disebut Nawawi sedang memperkuat kerja sama pencegahan konflik kepentingan dengan Mahkamah Agung (MA). Kedua lembaga ini membentuk kelompok kerja.
“Sekarang KPK sedang bekerja sama dengan Mahkamah Agung RI dengan support dari OPDAT (overseas prosecutorial development assistance and training), telah membentuk pokja di MA yang terdiri dari sejumlah Hakim Agung untuk menyusun aturan tentang konflik kepentingan di lingkungan Mahkamah Agung RI,” tegasnya.
Tak sampai di sana, upaya konflik kepentingan ini juga terus disampaikan kepada capres dan cawapres yang maju di Pilpres 2024. Materi tersebut bahkan sudah dibicarakan saat Penguatan Antikorupsi untuk Penyelenggara Negara Berintegritas (Paku Integritas) beberapa waktu lalu.
“Materi konflik kepentingan ini juga saat Paku Integritas capres-cawapres kemarin merupakan salah satu yang diangkat KPK," pungkas Nawawi.