JAKARTA - Ketua Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango ingin lembaganya bisa lebih mengawasi dan menindak praktik konflik kepentingan. Perbuatan ini disebut perlu jadi perhatian karena menjadi akar dari praktik lancung.
Hal ini disampaikan Nawawi saat menghadiri diskusi bertajuk ‘Konflik Kepentingan sebagai Pintu Masuk Korupsi’ di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Selasa, 24 September.
“KPK bisa menjadi pengawas dan menindak jika ada indikasi konflik kepentingan,” kata Nawawi seperti dikutip dalam keterangan tertulis lembaga, Rabu, 25 Setember.
Nawawi bilang komisi antirasuah harusnya diberi kewenangan lebih luas untuk mendalami konflik kepentingan. Sebab, penyelenggara negara kerap kedapatan menggunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi hingga menerima gratifikasi.
“Jika dibiarkan ini bisa menurunkan kualitas pelayanan publik dan merusak kepercayaan publik,” tegasnya.
“Konflik kepentingan adalah awal mula dari korupsi. Dalam UU Tipikor Pasal 12i menyebutkan bahwa benturan kepentingan bisa muncul dalam pengadaan barang dan jasa. Namun konflik kepentingan bisa muncul dalam berbagai bentuk lainnya,” sambung Nawawi.
Sementara dalam kesempatan terpisah, Nawawi bilang usulan ini bisa diwujudkan lewat regulasi. “Bisa dititipkan sebagai salah satu instrumen di KPK seperti LHKPN, gratifikasi. (Jadi, red) konflik kepentingan itu insangnya ada di centralnya, di KPK gitu,” ungkapnya.
“Jadi untuk menyatakan, ‘oh, itu konflik kepentingan, setop gitu’ atau ‘mundur gitu’ maunya kami seperti itu,” jelas Nawawi.
BACA JUGA:
Bahkan, jika memungkinkan revisi UU KPK bisa dilakukan dengan mempertegas langkah lembaganya dalam menangani konflik kepentingan. Sehingga, ke depan ada efek jera yang bisa diterima oleh para pejabat negara yang menyalahgunakan jabatannya.
“(Harapannya, red) dengan sendirinya, kan (masuk dalam perundangan, red). Lalu dia, misalnya bisa digol-kan di UU KPK, tentu perlu revisi lagi terhadap undang-undang,” pungkas Nawawi.