Bagikan:

JAKARTA – Sembilan kelompok fraksi (Poksi) yang ada di Komisi II DPR belum satu suara dalam menyikapi usul percepatan jadwal Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 dari November ke September.

Hal inilah yang disebut Wakil Ketua Komisi II DPR, Saan Mustopa sebagai salah satu poin yang masih harus dibahas bersama. Apalagi, jika Pilkada 2024 dipercepat ke September, tentu DPR harus dipertimbangkan bagaimana beban penyelenggara Pemilu 2024.

“Tentu beban pekerjaan yang begitu besar akan berimplikasi terhadap kualitas, kualitas pemilu maupun pilkada. Kita di DPR juga terbelah,” ungkap Saan, Minggu 21 Januari.

Dia mengakui, DPR telah menetapkan revisi Undang-Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (Pilkada), menjadi usul inisiatif DPR. Namun, DPR belum menerima surat presiden (surpres) untuk membahasnya.

Revisi UU Pilkada disebutnya bisa dibahas oleh Komisi II, Badan Legislasi (Baleg), ataupun panitia khusus (pansus). Namun harapannya, ide dipercepatkan Pilkada serentak 2024 ke September harus mempertimbangkan beban kerja dari penyelenggara Pemilu 2024.

“Ini harus menjadi pertimbangan dalam nanti membuat tahapan yang nanti surpresnya turun ke DPR, tetap bahwa ini harus menjadi pertimbangan dan pemikiran tersendiri,” tukas Saan.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengungkapkan bahwa bila pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 tidak dipercepat, akan ada potensi kekosongan kepada daerah di banyak daerah. Sebab kondisi saat ini, terdapat 101 daerah dan empat daerah otonomi baru di Papua yang diisi oleh penjabat kepala daerah sejak 2022.