JAKARTA - Dassault Aviation, pabrikan pesawat tempur papan atas dari Prancis, secara resmi mengumumkan kontrak efektif pasti ketiga pesawat tempur mesin kembar Rafale dari pemerintah Indonesia.
Dalam siaran pers dikutip ANTARA, Selasa, 9 Januari, dari markas produksi Dassaul Aviation di Saint-Cloud, Prancis, disebutkan 18 unit pesanan pasti dalam kontrak efektif itu adalah termin final dari kontrak pembelian 42 unit Rafale.
Kedua kontrak efektif pengadaan Rafale dari Dassault Aviation adalah pada September 2022 dan Agustus 2023, saat enam unit dan 18 unit Rafale dipesan, dan dengan kontrak efektif ketiga ini lengkap sudah 42 unit Rafale dipesan.
Akan tetapi dalam siaran pers itu tidak disebutkan besaran dana yang telah dikeluarkan pemerintah Indonesia dalam masing-masing termin kontrak efektif itu; juga tidak disebutkan kapan batch pertama Rafale tiba di Tanah Air dalam pola cat TNI AU, lengkap dengan nomor registrasinya.
Hal lain yang tidak disebutkan adalah tentang sistem kesenjataan ke-42 Rafale itu, apakah berikut peluru kendali andalannya, MICA (Missile d'Interseption, de Combat et d'Auto-defence) buatan MBDA, Prancis; dan simulatornya.
Peluru kendali udara-ke-udara MICA dalam daftar arsenal NATO sepadan dengan AIM-120 AMRAAM (Advanced Medium-Range Air-to-Air Missile) buatan Raytheon, Amerika Serikat. AMRAAM salah satu peluru kendali udara-ke-udara tercanggih saat ini.
"Dengan memilih Rafale, Indonesia telah memilih perangkat yang unik dalam menegakkan kedaulatan negara dan kebebasan dalam beroperasi yang akan membantu mengonsolidasikan perannya sebagai kekuatan utama di kawasan. Pilihan (pada Rafale) juga mengonsolidasikan kerja sama industrial dan akademik yang ambisius. Kami sangat berkomitmen untuk mewujudkan kemitraan yang sukses dengan visi jangka panjang yang kuat," kata Ketua dan CEO Dassault Aviation, Eric Trappier, dalam pernyataan pers itu.
Sebelum Menteri Pertahanan Prancis, Florence Parly datang ke Jakarta pada 22 Februari 2022, juga santer disebut Kementerian Pertahanan tertarik untuk mengakuisisi pesawat tempur berat mesin ganda F-15 buatan Boeing, Amerika Serikat; namun sampai sekarang belum ada kabar pasti tentang hal ini.
Beberapa tahun sebelumnya, Indonesia juga adalah negara mitra utama pengembangan pesawat tempur mesin ganda KFX/IFX buatan Korea Aerospace Industries.
Kepastian ketertarikan Kementerian Pertahanan mengakuisisi Rafale ditandai dengan kunjungan Menteri Pertahanan Prancis, Florence Parly, ke Jakarta pada 22 Februari 2022. Pada saat itu, santer disebut-sebut bahwa Indonesia akan membeli 36 unit Rafale.
Saat itu, Parly dan delegasi Kementerian Pertahanan Prancis datang dan menggelar pertemuan bilateral dengan Menteri Pertahanan, Prabowo Subiyanto. Sesudah pertemuan tertutup kedua menteri pertahanan, keduanya menggelar jumpa pers.
Di situlah untuk pertama kalinya disebutkan secara resmi oleh Prabowo jumlah Rafale yang dipesan adalah 42 unit, bukan 36 unit sebagaimana yang disebut-sebut.
BACA JUGA:
Nota kesepahaman kedua pihak telah ditandatangani dan kontrak efektif ditandatangani kemudian. Dengan ketiga pesanan pasti ini, TNI AU akan menjadi negara pertama di ASEAN dan Asia Pasifik --setelah India-- yang menggunakan Rafale, pesawat tempur bermesin ganda dengan sayap delta dan kanard di bawah kanopi.
Berbicara tentang pesawat tempur bersayap delta, Angkatan Udara Kerajaan Thailand (Kong Thap Akan Thai) telah terlebih dulu menggunakannya, yaitu JAS-39 Gripen C/D, buatan SAAB Swedia.
Upaya Prancis untuk "merebut" pasar pesawat tempur sudah dimulai pada 1986, saat Indonesia Air Show 1986 di Bandara Kemayoran, Jakarta. Pada ajang pameran kedirgantaraan akbar pertama Indonesia itu hadir Mirage 2000 dari Prancis dan F-16 A Block 15 yang berupa skuadron pertunjukan Angkatan Udara Amerika Serikat, Thunderbirds.
Tiga tahun kemudian, mendarat batch pertama F-16A/B Block 15OCU TNI AU melalui Proyek Peace Bima Sena I, menjadikan TNI AU tiga pengguna F-16 Fighting Falcon buatan (waktu itu General Dinamics) di ASEAN.