PKS DKI Tolak Vaksin COVID-19 Berbayar: Beban karena Pandemi Tanggung Jawab Pemerintah
Tes mendeteksi penularan COVID-19. (Antara-Didik S)

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PKS Suhud Alynudin menolak kebijakan vaksin COVID-19 berbayar yang bakal diterapkan pada awal Januari 2024.

"Mewakili konstituen saya, pemilih saya di daerah Cilincing, Koja, Kelapa Gading, dan Kepulauan Seribu, saya tidak setuju diberlakukan vaksin berbayar bagi warga Jakarta," kata Suhud saat melakukan interupsi dalam Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta dengan agenda pelantikan pengganti antarwaktu (PAW) anggota DPRD Provinsi DKI sisa masa jabatan 2019-2024 di Jakarta, Senin 8 Januari.

Menurut dia, pembayaran vaksin COVID-19 tidak layak dibebankan kepada masyarakat. Ia menekankan hal tersebut seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah.

"Jadi tidak layak rakyat menanggung beban itu. Seharusnya beban (karena) pandemi ini menjadi tanggung jawab pemerintah yang merupakan amanat dari undang-undang bahwa ada perlindungan kesehatan untuk rakyat," tuturnya.

Pasal 28H ayat (1) menyebutkan setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan negara wajib untuk menyediakannya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati menyatakan kebijakan vaksin COVID-19 berbayar yang rencananya mulai 1 Januari 2024 belum tepat untuk diberlakukan.

"Justru pada akhir tahun ini ada peningkatan kasus COVID-19, ada 318 kasus baru dan satu kematian. Jadi, pemberlakuan kebijakan ini (vaksin COVID berbayar) dirasa kurang tepat waktunya," kata Kurniasih, Minggu 31 Desember, disitat Antara.

Menurut dia, meski diatur batas terakhir vaksin COVID gratis hingga 31 Desember 2023, namun pemerintah bisa mengkaji ulang kebijakan itu. Setidaknya kebijakan menerapkan vaksin berbayar untuk COVID bisa ditunda hingga waktu yang pas.

Kurniasih menambahkan COVID-19 adalah penyakit pandemi yang beralih menuju endemi. Persebaran penyakit ini masih ada dan nyata. Sementara dengan jumlah penduduk besar, amat mungkin masih banyak penduduk Indonesia yang belum mendapat cakupan vaksin.

"Jika masih dibebani anggaran vaksin COVID, entah dosis ke berapa, tentu akan semakin memberatkan. Kita punya vaksin anak bangsa yang seharusnya bisa melayani kebutuhan anak bangsa," ujarnya.