Vaksin Berbayar: Ditolak DPR, Ditunda Kimia Farma
Ilustrasi (Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Kesehatan menerbitkan aturan perubahan mengenai pelaksanaan Vaksin Gotong Royong. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.19/2021, individu atau orang perseorangan dapat mengakses vaksinasi COVID-19.

Saat ini, program vaksinasi untuk individu tersebut baru dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan milik Kimia Farma di delapan titik wilayah Jawa dan Bali.

Harga pembelian vaksin dalam skema Gotong Royong adalah Rp321.660 per dosis. Sementara tarif maksimal pelayanan vaksinasi sebesar Rp117.910 per dosis.

Pemerintah melalui Kimia Farma memberlakukan vaksinasi berbayar menggunakan vaksin Sinopharm senilai Rp879.140 per dua dosis bagi individu atau perorangan mulai Senin, 12 Juli.

Belum juga terlaksana, vaksin Berbayar sudah diprotes dan ditolak DPR. Salah satunya dari Fraksi PKS.

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Netty Prasetiyani Aher mewanti-wanti pemerintah agar tak mengeluarkan kebijakan yang dinilai mencari untung dari rakyat. Dia menegaskan, vaksinasi untuk mengatasi bencana non-alam seperti pandemi adalah tanggung jawab negara terhadap keselamatan rakyatnya. 

"Setiap individu harus mendapat akses  yang sama dan merata melalui vaksinasi gratis. Jadi, opsi vaksn berbayar seperti upaya mencari keuntungan dengan memeras rakyat," ujar Netty kepada wartawan, Senin, 12 Juli.

Terlebih, anggota Komisi IX DPR RI itu mengungkapkan, sejauh ini tidak ada diskusi dengan DPR terkait vaksinasi gotong royong bagi individu atau perorangan. 

"Kebijakan yang sudah disetujui adalah  vaksinasi gotong royong yang dibiayai perusahaan. Itu pun diizinkan dengan banyak catatan. Sekarang tiba-tiba  muncul kebijakan vaksin berbayar untuk  individu," jelas Netty.

Senada dengan rekannya, Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati berharap Presiden Joko Widodo tetap konsisten pada kebijakan vaksin COVID-19 gratis untuk seluruh masyarakat Indonesia, bukan kemudian memunculkan aturan vaksin berbayar.

Mufida mengingatkan kembali pernyataan Presiden Jokowi bahwa pemberian vaksin harus dipastikan gratis untuk masyarakat. "Ini adalah janji Presiden Joko Widodo pada pertengahan Desember 2020," ujar Mufida kepada wartawan, Senin, 12 Juli.

Politikus PKS itu heran, tiba tiba Menteri Kesehatan menerbitkan Permenkes No. 19 Tahun 2021 sebagai perubahan kedua Permenkes No. 10/2021 tentang pelaksanaan vaksinasi. Dalam Permenkes 19 Tahun 2021 diatur vaksinasi gotong royong bisa diberikan kepada individu dan biaya dibebankan kepada yang bersangkutan atau vaksin berbayar.

Mufida menegaskan, kebijakan vaksin gratis adalah untuk mempercepat target vaksinasi nasional. Termasuk sebelumnya program vaksinasi gotong royong yang ditanggung perusahaan dan gratis untuk karyawan. 

"Kami beri catatan pemerintah sering sekali berubah regulasi, sehingga sekarang muncul vaksin berbayar," tegas legislator DKI Jakarta ini.

Kimia Farma Tunda Vaksin Berbayar

PT Kimia Farma (Persero) Tbk menunda pelaksanaan vaksinasi COVID-19 berbayar yang harusnya digelar, Senin, 12 Juli. Penundaan ini dilakukan karena besarnya animo dan pertanyaan masyarakat yang masuk terkait program tersebut.

"Kami mohon maaf karena jadwal Vaksinasi Gotong Royong Individu yang semula dimulai Senin, 12 Juli 2021 akan kami tunda hingga pemberitahuan selanjutnya," demikian dikutip dari keterangan tertulis manajemen Kimia Farma, Senin, 12 Juli.

Keputusan ini diambil karena manajemen perusahaan tersebut ingin melaksanakan sosialisasi Vaksinasi Gotong Royong Individu atau vaksin berbayar kepada masyarakat. 

Selain itu, mereka juga ingin mengatur alur pendaftaran calon peserta vaksin tersebut terlebih dahulu.

"Besarnya animo serta banyaknya pertanyaan yang masuk membuat manajemen memutuskan untuk memperpanjang masa sosialisasi Vaksinasi Gotong Royong Individu serta pengaturan pendaftaran peserta," ungkap Kimia Farma.

DPR Wanti-Wanti, Vaksin Berbayar Bukan Hibah yang Dijual 

Anggota Komisi IX DPR Nurhadi meminta pemerintah harus menahan diri dan jangan membuat kebijakan yang kontraproduktif di tengah penanganan pandemi COVID-19.

Menurutnya, pemerintah yang berkewenangan jangan mengambil keuntungan atau kesempatan dalam kesempitan dengan menarifkan harga vaksin, khususnya vaksin mandiri atau gotong royong. Pasalnya, masyarakat harus membayar lebih dari Rp800 ribu untuk dua dosis vaksin Sinopharm di klinik Kimia Farma. 

"Selama ini masyarakat mengetahui bahwa vaksinasi gratis karena menjadi tanggung jawab pemerintah dalam masa pandemi. Jangan sampai isu ini menjadi gejolak di masyarakat dan mengganggu program yang relatif sudah berjalan dengan baik," ujar Nurhadi kepada wartawan, Senin, 12 Juli.

Diketahui, Jubir vaksinasi COVID-19 Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, memang telah menjelaskan bahwa vaksinasi Gotong Royong individu ini sifatnya hanya sebagai salah satu opsi untuk mempercepat pelaksanaan vaksinasi. Namun, Kimia Farma telah memutuskan untuk menunda jadwal akses mendapatkan vaksin gotong royong setelah ada sejumlah protes.

"Tujuannya baik tapi terkesan grasa-grusu. Saya setuju ini ditunda dan hendaknya sosialisasi yang transparan benar-benar dilakukan agar tidak memunculkan banyak tafsir dan pemerintah atau pihak-pihak tertentu dianggap mengomersialisasikan pandemi COVID-19," jelas politikus NasDem itu.

Lagipula, sambung legislator dapil Jawa Timur ini, seharusnya peluncuran vaksin gotong royong disampaikan terlebih dulu ke DPR, khususnya Komisi IX yang membidangi persoalan kesehatan. Sebab, kata Nurhadi, sejak awal dalam rangka penanganan pandemi COVID sudah diputuskan bahwa vaksinasi untuk rakyat adalah tidak berbayar alias gratis.

"Karenanya ketika muncul kebijakan vaksinasi mandiri atau individu cukup membingungkan juga. Komisi IX juga tidak pernah diajak bicara. Sehingga saya khawatir jika masyarakat memahaminya harus bayar justru kontra produktif. Karena itu harus dipertimbangkan lagi, ditinjau ulang lagi," tegas Nurhadi.

Untuk menciptakan hard immunity kata dia, diperlukan kesiapan pemerintah dan kesadaran masyarakat secara menyeluruh. "Jadi saya kira percepatan vaksinasi tidak harus kemudian muncul kebijakan vaksinasi berbayar. Saya khawatir ada anggapan di masyarakat luas, bahwa ditengah pandemi COVID-19 ini, negara berbisnis dengan rakyatnya," ucapnya.

Nurhadi lantas memberi sejumlah saran dan masukan kepada Kemenkes, Kimia Farma dan stakeholder terkait apabila seandainya vaksin mandiri atau individu ini tetap dijalankan.

Pertama, usulkan dulu ke DPR, dan bila disetujui, sosialisasikan dulu secara masif perbedaan antara vaksin gratis dengan vaksin gotong royong. "Vaksin yang bisa dibeli secara individu, payung hukumnya juga wajib disiapkan," katanya mengingatkan.

Kedua, vaksin yang dijual adalah vaksin yang tidak sama dengan yang digratiskan oleh pemerintah. "Ketiga, vaksin bantuan atau hibah dari negara lain, jangan dijual," demikian Nurhadi.

Sebelumnya, jadwal vaksinasi Gotong Royong Individu berbayar yang sedianya bisa diakses di Klinik Kimia Farma hari ini ditunda. Kimia Farma akan melakukan perpanjangan proses sosialisasi terlebih dahulu.

"Kami mohon maaf karena jadwal Vaksinasi Gotong Royong Individu yang semula dimulai hari Senin, 12 Juli 2021 akan kami tunda hingga pemberitahuan selanjutnya," kata Corporate Communications PT Kimia Farma Apotek, Novia Valentina, Senin, 12 Juli.

Kimia Farma mengklaim perlu memperpanjang masa sosialisasi vaksinasi Gotong Royong berbayar ini lantaran antusias masyarakat yang ingin mengetahui lebih jelas vaksin tersebut.

"Besarnya animo serta banyaknya pertanyaan yang masuk membuat Manajemen memutuskan untuk memperpanjang masa sosialisasi Vaksinasi Gotong Royong Individu serta pengaturan pendaftaran calon peserta," ujarnya.