Bagikan:

JAKARTA - Majelis hakim menyimpulkan kata 'Lord' yang digunakan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanty terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan bukan bertujuan untuk menghina ataupun mencemarkan nama baik.

Dalam kasus ini, majelis hakim menjatuhkan vonis tidak bersalah kepada Haris Azhar dan Fatia.

"Majelis hakim menilai kata Lord pada saksi Luhut Binsar Pandjaitan bukanlah dimaksud sebagai suatu penghinaan atau pencemaran nama baik," ujar Hakim Muhammad Djohan Arifin dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin, 8 Januari.

Hakim melanjutkan, 'Lord' merupakan salah satu kosa kata dari bahasa Inggris dengan arti Yang Mulia. Di mana, kata itu merupakan sebutan bagi orang yang memiliki wewenang, kendali, atau kuasa atas pihak lain, selaku pemimpin atau majikan atau penguasa.

Majelis hakim juga berpandangan penyebutan lord kepada Luhut tak ditunjukan kepada personal. Tetapi kepada posisinya yang merupakan menteri di kabinet Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Terlebih, Luhut banyak mendapat kepercayaan dari Jokowi, semisal sosok yang bertanggungjawab bidang kedaruratan COVID-19.

"Kata lord bukanlah menggambarkan konotasi buruk atau jelek atau hinaan atas keadaan fisik atau psikis seseorang tapi merujuk pada status atau posisi seseorang yang berhubungan dengan kedudukannya," kata hakim Djohan.

Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanty divonis bebas dalam kasus pencemaran nama baik terhadap Luhut Binsar Pandjaitan. Sebab, keduanya dinilai tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang didakwaan oleh jaksa penuntut umum.

"Menyatakan terdakwa Haris Azhar (dan Fatia Maulidiyanty) tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan penuntut umum dalam dakwan pertama, dakwaan kedua primer, dakwaan kedua subsider dan dakwaan ketiga," kata Hakim Cokorda.

Sebelumnya, jaksa menuntut Haris Azhar dituntut 4 tahun penjara dalam perkara tersebut. Sementara Fatia dituntut 3,5 tahun penjara.

Dalam tuntutannya, jaksa meyakini Haris dan Fatia melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.