JAKARTA - Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengeluarkan pernyataan soal pemerintah bakal mengeluarkan sertifikasi bebas virus COVID-19. Menurut Ma'ruf, hal ini perlu dilakukan sebagai bentuk pengawasan terhadap virus yang menyebar dari Kota Wuhan, China setelah terjangkitnya dua warga di Indonesia. Namun, pernyataan ini ternyata disinformasi dan tampaknya Ma'ruf tak perlu lagi berkomentar apapun soal virus tersebut.
Sebab, Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko menerangkan jika pemerintah bukan akan melakukan sertifikasi bagi masyarakat melainkan bakal meminta sertifikat dari pendatang yang akan masuk ke Indonesia. Terutama dari warga yang negaranya sudah terdapat kasus penyebaran COVID-19, seperti Korea Selatan, Jepang, Iran, dan Italia.
Hanya saja saat ditanya lebih jauh soal sertifikat tersebut, mantan Panglima TNI ini ogah menjawab lebih lanjut. Sebab dirinya belum tahu detail dari sertifikat tersebut.
"Aku kurang mengerti pastinya. Tapi ada pernyataan dari otoritas kesehatan bahwa yang bersangkutan tidak dalam keadaan sakit, selama kurun waktu sekian hari," jelas Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 4 Maret sambil menambahkan selain sertifikat bebas COVID-19, pemerintah bakal mengecek riwayat perjalanan mereka yang akan masuk ke Indonesia.
BACA JUGA:
Bukan hanya disinformasi, nyatanya pernyataan Ma'ruf juga membuat warga panik dan berbondong-bondong menelpon hotline penanganan virus COVID-19. Hal ini disampaikan oleh Tenaga Ahli Madya KSP Erlinda. Menurutnya, setelah ucapan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) non-aktif itu dikutip media, banyak masyarakat yang menelpon hotline untuk meminta sertifikat surat bebas COVID-19.
"Nah, ini yang kami harus luruskan. Iya, ini yang kami harus luruskan bahwa negara tidak mengeluarkan itu," tegas Erlinda.
Berkaca dari disinformasi yang menimbulkan keresahan di masyarakat, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin mengatakan Ma'ruf sebenarnya tak perlu lagi berkomentar apapun mengingat saat ini sudah ada juru bicara penanganan COVID-19 yang dijabat oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan, Achmad Yurianto.
"Kan Jubir terkait Corona sudah dibentuk oleh Jokowi. Jadi harusnya informasi atau komentar dari pemerintah itu satu pintu. Baik wakil presiden maupun pejabat yang lainnya tak perlu berkomentar yang meresahkan masyarakat," kata Ujang saat dihubungi VOI lewat pesan singkat, Sabtu, 7 Maret.
Ujang menilai, jika Ma'ruf punya pandangan terkait virus tersebut baiknya memang disampaikan satu pintu saja melalui juru bicara. Tujuannya agar selip lidah atau salah bicara tak terjadi dan informasi yang disampaikan tak simpang siur dan membuat masyarakat panik.
Selain itu, Ujang menilai, mantan Rais Aam PBNU ini harus ingat jika dirinya saat ini adalah wakil presiden periode 2019-2024 dan bukan ulama lagi. Sehingga, apapun yang ia sampaikan harus tepat konteksnya dan sesuai dengan data serta fakta yang ada di lapangan.
"Saat ini Pak Ma'ruf Amin itu Wapres. Tentu gaya komunikasinya harus beda dengan ketika masih jadi Ketua Umum MUI," tegasnya.
Sertifikasi tak bakal berguna
Terkait dengan sertifikasi bebas virus COVID-19, juru bicara terkait hal tersebut, Achmad Yurianto juga menegaskan hal tersebut sebenarnya tak berguna. Hal ini, kata Yuri perlu disampaikan mengingat banyak perusahaan yang saat ini banyak meminta surat bebas virus COVID-19 kepada para pegawainya setelah perjalanan ke luar negeri.
"Menurut kami tidak perlu (meminta surat keterangan bebas COVID-19) dan kami sudah koordinasi tidak ada gunanya. Surat keterangan bebas corona tidak ada gunanya," tegas Yuri dalam konferensi pers di Kantor Staf Presiden, Jakarta.
Dia juga mengaku mendapat laporan dari sejumlah rumah sakit, soal banyaknya masyarakat yang meminta sertifikasi tersebut. Sehingga, Yuri menekankan, virus ini sebenarnya bukan perkara penyebaran dari orang per orang, melainkan mengendalikan penyebarannya di tengah masyarakat.
Apalagi, virus ini kini menjadi lebih ringan setelah memasuki fase kedua. Saking ringannya, pengidapnya kerap tak merasa jika mereka saat ini sedang sakit. "Atau mereka merasa sakit ringan bukan gambaran suatu penyakit yang berat," tegasnya.
"Inilah tantangan besar kita untuk masyarakat sehingga kekuatan besarnya adalah bagaimana kita bersama-sama membangun edukasi agar masyarakat bisa mengendalikan diri untuk tidak menjadi sakit, bukan untuk menjadi panik, bukan untuk melakukan tindakan-tindakan yang irasional."