Bagikan:

JAKARTA - Hakim tunggal Imelda Herawati menilai dasar permohonan praperadilan yang diajukan Firli Bahuri kabur atau tidak jelas. Sehingga, diputuskan menolak semua petitum dalam gugatan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif tersebut.

"Maka hakim berpendapat bahwa dasar permohonan praperadilan pemohon yang demikian itu kabur atau tidak jelas," ujar Hakim Imelda dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 19 Desember.

Penilaian itu karena dalil posita yang diajukan Firli Bahuri dalam petitum telah mencampurkan materi formil dengan materi di luar aspek.

Bahkan, beberapa bukti yang diajukan dianggap tak relevan dengan persidangan praperadilan.

Diduga, bukti yang dimaksud berupa laporan penanganan perkara korupsi Direktorat Jenderal Perkeretapian (DJKA) yang melibatkan Muhammad Suryo.

"Ditandai pula dengan diajukannya bukti tanda P26 sampai dengan P37 sebagai bukti yang tak relevan dwngan persidangan peaperdailan a quo," kata Hakim Imelda.

majelis hakim memutuskan menolak gugatan praperadilan tentang tidak sahnya proses penetapan tersangka.

"Menyatakan permohonan praperadilan pemohon tidak dapat diterima," ujar Hakim Imelda Herawati.

Dengan keputusan ini, maka, penetapan tersangka terhadap Firli Bahuri dalam kasus dugaan pemerasaan terhadap SYL diangap sah secara adminstrasi.

Firli Bahuri resmi ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan Rabu, 22 November, sore.

Dalam kasus ini, Firli Bahuri dipersangkakan dengan Pasal 12 e atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana.