Bagikan:

JAKARTA - Hakim memutuskan tidak menerima gugatan praperadilan Ketua Komisi Pemberantasan (KPK) nonaktif, Firli Bahuri, terkait penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo atau SYL.

Putusan 'tidak dapat diterima' itu memiliki arti tersendiri. Bahkan, berbeda dengan 'ditolak' dalam suatu putusan persidangan.

Pejabat Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djuyamto menyebut putusan tidak dapat diterima bisa diartikan sebagai materi formil gugatan pihak pemohon tidak terpenuhi selama proses persidangan.

"Tidak dpt diterima adalah jika hakim berpendapat formalitas permohonan/gugatan tidak terpenuhi. Misalnya dalil gugatan/permohonan kabur dan tidak jelas," ujar Djuyamto kepada VOI, Rabu, 20 Desember.

Sementara putusan 'ditolak' miliki arti pokok gugatan yang diajukan pihak pemohon tidak terbukti selama persidangan.

Dengan pengertian putusan itu, maka, semua gugatan Firli Bahuri yang tertuang dalam petitum dapat didaftarkan kembali.

"Bisa (Firli Bahuri daftar lagi gugatan praperadilan)," kata Djuyamto.

Sebelumnya, dalam persidangan, Hakim tunggal Imelda Herawati menilai dasar permohonan praperadilan yang diajukan Firli Bahuri kabur atau tidak jelas. Sehingga, diputuskan tidak menerima petitum dalam gugatan Ketua KPK nonaktif tersebut.

"Maka hakim berpendapat bahwa dasar permohonan praperadilan pemohon yang demikian itu kabur atau tidak jelas," ujar Hakim Imelda dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 19 Desember.

Penilaian itu karena dalil posita yang diajukan Firli Bahuri dalam petitum telah mencampurkan materi formil dengan materi di luar aspek.

Bahkan, beberapa bukti yang diajukan dianggap tak relevan dengan persidangan praperadilan. Diduga, bukti yang dimaksud berupa laporan penanganan perkara korupsi Direktorat Jenderal Perkeretapian (DJKA) yang melibatkan Muhammad Suryo.

"Ditandai pula dengan diajukannya bukti tanda P26 sampai dengan P37 sebagai bukti yang tak relevan dwngan persidangan peaperdailan a quo," kata Hakim Imelda.