Bagikan:

PAPUA TENGAH - Sedikitnya tiga suku besar di Nabire, Papua Tengah dilanda konflik. Ketiganya adalah Suku Mee, Suku Dani dan Suku Wate.

Aparat keamanan dan Pemerintah Provinsi Papua Tengah terjun menengahi perselisihan ketiga suku itu yang awalnya dipicu perebutan lahan tanah di Topo Distrik Uwapa, Kabupaten Nabire. Perebutan itu terjadi sejak 5 Juni 2023.

“Proses perdamaian itu dilakukan pada Kamis (14 Desember), sehingga ketiganya kini sudah saling menerima dan mulai hidup berdamai serta rukun yang mana setelah tujuh bulan konflik soal perebutan lahan terjadi,” kata Penjabat Gubernur Papua Tengah Ribka Haluk dalam siaran persnya, Senin 18 Desember, disitat Antara.

Ribka mengatakan perdamaian ketiga suku tersebut merupakan kado Natal 2023 yang indah bagi masyarakat setempat.

“Saya harapan konflik berkepanjangan seperti ini tidak boleh terjadi lagi, jika ada masalah segera diatasi dengan baik,” ujarnya.

Dia menjelaskan, proses mediasi tertuang dalam berita perjanjian perdamaian yang terdiri dari lima poin.

Pertama, bersepakat atas hak ulayat antara Suku Wate dan Suku Mee adalah Bukit Rindu.

Kemudian poin kedua, bersepakat pelepasan tanah adat seluas 1.000 x 3.000 m persegi di Distrik Uwapa, Kabupaten Nabire merupakan milik dari Ishak Talenggen.

Lalu poin ketiga, bersepakat bahwa wilayah pendulangan KM 64, KM 74, KM 80 dan KM 86 merupakan tanah milik Suku Mee dan siapa pun ingin beraktivitas mencari kayu atau emas harus mendapat persetujuan dari suku tersebut.

Selanjutnya poin keempat, bersepakat untuk menerima uang perdamaian sebesar Rp2,3 miliar yang diperuntukkan untuk acara perdamaian sesuai dengan kearifan lokal.

“Poin kelima, bersepakat bahwa dengan ditandatanganinya surat perjanjian damai ini, permasalahan Suku Mee, Dani dan Wate selesai,” ujarnya.