ACEH - Mantan Perdana Menteri GAM Tgk Malik Mahmud Al Haythar kembali diangkat menjadi Wali Nanggroe Aceh 2023–2028. Ini periode ketiga Malik memimpin lembaga pemangku adat Aceh tersebut.
"Sejak 2013 pertama, ini merupakan kali ketiga saya mengabdikan diri sebagai simbol pemersatu dan perdamaian Aceh dalam konteks, khazanah, sejarah, dan budaya," kata Tgk Malik Mahmud di Banda Aceh, Jumat 15 Desember, disitat Antara.
Dalam prosesi pelantikan yang berlangsung pada Rapat Paripurna Istimewa DPR Aceh itu, Tgk Malik Mahmud melakukan pengukuhan sendiri terhadap dirinya sebagai Wali Nanggroe Aceh.
Momen ini juga dihadiri mantan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla dan mantan Menteri Hukum dan HAM sekaligus Ketua Juru Runding Pemerintah RI dalam proses perdamaian MoU Helsinki Hamid Awaluddin.
Terpilihnya kembali Tgk Malik Mahmud sebagai Wali Nanggroe Aceh ini dilakukan secara musyawarah mufakat oleh Majelis Tinggi Wali Nanggroe, Tuha Peut, Tuha Lapan, dan majelis fatwa.
Malik mengatakan lembaga Wali Nanggroe merupakan salah satu implementasi dari kekhususan dan keistimewaan Aceh berdasarkan perjanjian damai MoU Helsinki dan pasal-pasal dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).
"Saya terus melakukan upaya bersifat internal dan kerja-kerja lainnya. Bekerja demi proses terimplementasikannya MoU Helsinki," kata Malik.
BACA JUGA:
Pada kesempatan itu, Penjabat Gubernur Aceh Achmad Marzuki mendoakan Tgk Malik Mahmud dimudahkan oleh Allah SWT dalam menjalankan amanah sebagai pemersatu masyarakat Aceh, pengawal perdamaian, pembina keagungan dinul Islam, dan kelestarian kehidupan adat, budaya dan tamadun Aceh.
Menurut ia, kehadiran lembaga Wali Nanggroe merupakan amanah dan perintah ketentuan UUPA sehingga keberadaannya harus disyukuri.
"Semoga ke depannya terus dapat menjalankan peran dalam pembangunan, mempersatukan masyarakat Aceh, melestarikan adat dan budaya," katanya.
"Kami berterima kasih karena selama ini telah memberikan pertimbangan, bimbingan, usulan dan saran dalam menjalankan roda pemerintahan Aceh, khususnya dalam menjaga keistimewaan dan kekhususan Aceh," tambah Achmad Marzuki.