JAKARTA - Ketua Dewan Pakar Tim Nasional Pemenangan Anies-Muhaimin (Timnas AMIN) Hamdan Zoelva membantah Anies Baswedan menjual kesengsaraan orang dengan menyinggung kasus kematian Harun Al Rasyid dalam debat perdana Pilpres 2024.
"Bukan, bukan (bermaksud menjual kesengsaraan orang lain," kata Zoelva di Rumah Perubahan Brawijaya X, Jakarta Selatan, Kamis, 14 Desember.
Zoelva menjelaskan, tujuan Anies menyinggung kasus Harun sekaligus membawa ayah Harun pada barisan udangan kubu AMIN dalam debat capres pertama adalah untuk meningkatkan kesadaran publik bahwa masih ada kasus yang belum terselesaikan.
"Kejadiannya untuk membangun awareness kita sebagai bangsa bahwa ada ketidakadilan yang blm terselesaikan. Itu menjadi pembelajaran bagi siapa pun di pemerintahan yang akan datang," jelas Zoelva.
Pada Selasa, 12 Desember, Anies Baswedan tanpa disangka membawa Didin Wahyudin ke arena debat Pilpres 2024 perdana di Kantor KPU RI.
Didin merupakan ayah dari Harun Al Rasyid, korban kerusuhan 21-22 Mei 2019 yang terjadi akibat aksi unjuk rasa penolakan hasil rekapitulasi Pemilu 2019. Harun meninggal dunia dengan luka tembakan pada aksi yang berujung ricuh tersebut.
Didin duduk tepat di belakang kursi Anies dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) di barisan tim pendukungnya. Tampak juga ibu Harun yang hadir di samping Didin. Kehadiran Didin pun disinggung Anies dalam pemaparan awal debat.
"Hadir bersama saya di sini ayahnya Harus Al Rasyid. Harun adalah adalah anak yang meninggal pendukung Pak Prabowo di Pilpres 2019 yang menuntut keadilan pada saat itu, protes hasil pemilu. Apa yang terjadi? Dia tewas. Sampai dengan hari ini tidak ada kejelasan," kata Anies, Selasa, 12 Desember.
BACA JUGA:
Merespons hal itu, relawan Prabowo Subianto, Matahari Pagi menuding Anies menghalalkan segala cara untuk memenangkan Pilpres 2024 dengan menjadikan nyawa dan kesusahan orang lain sebagai dagangan politik.
"Anies telah menjual kesengsaraan orang lain, menjual hilangnya nyawa seseorang, demi mendapatkan kekuasaan. Ini sungguh tindakan keji," ungkap Panglima Matahari Pagi, Sutia Budi.