Bagikan:

JAKARTA - DPR RI telah ikut berpartisipasi dalam forum-forum internasional untuk isu penting seputar hilirisasi, perubahan iklim, gender hingga masalah imigran. Dengan kiprahnya ini, DPR RI dianggap telah menyumbangkan gagasan dalam penyelesaian masalah-masalah global.

Tercatat misalnya, Ketua DPR Puan Maharani membawa aspirasi rakyat Indonesia dalam 9th MIKTA Speakers Consultation. Dalam forum itu, DPR RI membawa pembahasan seputar upaya perdamaian di timur tengah hingga masalah penekanan emisi. Puan juga membawa isu pekerja migran dalam KTT ASEAN ke-42

Selanjutnya, ada juga Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR Sukamta membawa isu perdamaian di Palestina saat hadir dalam sidang Inter Parliamentary Union (IPU). Beberapa kehadiran DPR RI dalam forum internasional ini telah menandai kiprah DPR.

Pengamat parlemen Prida Ariani mengapresiasi kiprah DPR ini. DPR dinilai punya peran signifikan saat menjadi peserta atau tuan rumah forum parlemen internasional.

"Kalau saya lihat peran mereka sebagai peserta atau tuan rumah untuk pertemuan anggota-anggota parlemen dunia, saya melihat ada peningkatan ya. Jadi increase dari tahun ke tahun," kata Prida, Rabu 13 Desember.

Dia juga membeberkan bahwa karakter tiap negara itu berbeda. Dalam hal ini, dia mengatakan bahwa DPR RI bisa menjadi role model bagi negara yang selevel atau memiliki karakter serupa.

"Setiap negara itu punya karakteristik masing-masing. Jadi antar negara itu punya keunikan masing-masing. Nah terkait parlemen Indonesia sebagai negara berkembang, kita mungkin bisa jadi contoh negara yang memiliki karakteristik yang sama atau selevel dengan kita atau di bawah kita," katanya.

Dia juga mengapresiasi upaya DPR dalam membenahi sistem demokrasi di Indonesia. DPR RI dinilai memiliki upaya untuk terus berlajar.

"Kita mau belajar untuk lebih baik soal bagaimana masyarakat ini terlibat dalam sebuah pemerintahan. Atau mencoba mencari bentuk demokrasi terbaik. Menurut saya bentuk demokrasi masing-masing negara itu tidak bisa sama. Kita punya culture, tradisi, kepercayaan. Jadi tidak bisa disamakan. Tapi kita selalu belajar lebih baik. Itu yang saya apresiasi," jelasnya.

Dia juga memuji peran DPR dalam membawa isu-isu internasional. Dia mengatakan DPR telah berperan aktif di forum internasional.

"Kalau saya lihat bagaimana keterlibatan parlemen kita di World of Speakers Parliamentary Conference 2021, saya lihat terkait isu-isu yang terjadi di tiap negara, kita terlibat dengan isu-isu tersebut," ungkapnya.

Peran DPR dalam isu gender yang diangkat di forum-forum internasional juga menuai apresiasi. Salah satunya terkait penghapusan kekerasan berbasis gender. Akademisi pengamat isu perempuan, Ridha Sefina dalam hal ini memuji UU TPKS yang telah disahkan oleh DPR.

"Saya berterima kasih ke DPR terkait produk hukum UU TPKS Nomor 12 Tahun 2022, yang akhirnya dilaunching. Ini bagi saya sangat patut disyukuri," katanya.

Dia berharap bahwa kinerja DPR selanjutnya tak sekadar gimmick. DPR diharapkan bisa menyelesaikan pekerjaan rumah yang belum selesai.

"Tidak hanya gimmick ya kita harap. Kita berharap mereka menyelesaikan pekerjaannya, membuat produk hukum sesuai masa kerjanya," katanya.

Pasalnya, dia melihat fenomena kekerasan seksual itu terjadi dimana-mana. Bahkan di tempat yang sangat tidak terduga.

"Fenomena sekarang banyak kasus-kasus pelecehan dan kekerasan seksual. Bahkan terjadi di sekolah-sekolah berbasis agama atau di tempat-tempat yang selayaknya tidak mungkin kasus itu terjadi, tapi terjadi," ungkapnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Pengamat isu hak perempuan, Anastasia Santi Delliana. Santi bahkan menilai DPR telah mampu membawa hak-hak perempuan di forum internasional.

"Jadi kalau peran DPR di forum internasional terkait perempuan, karena produknya sudah ada, jadi sudah cukup senang ya. Bahwa akhirnya hak-hak terkait perempuan itu bisa terpenuhi oleh anggota DPR yang memperjuangkan hak-hak perempuan secara internasional. Dari soal perkawinan hingga keluarga," kata Santi.

Menurutnya, produk legislasi terkait perempuan, yang telah dibuat oleh DPR sudah cukup baik. "Produk-produk hukum yang dihasilkan oleh DPR, yang berkaitan dengan perempuan sudah cukup baiklah," ujarnya.

Dia juga mengapresiasi lahirnya UU TPKS. Menurutnya, UU ini sudah secara lengkap mencakup penanganan kasus-kasus kekerasan seksual.

"Misalkan kayak kemarin perlindungan untuk yang terkena kekerasan seksual. Itu juga saat ini sudah mewakili yang dibutuhkan. Sampai akhirnya perlindungan tidak hanya soal tindakan hukumnya, tapi juga terhadap korban itu sendiri," tuturnya.

Sementara itu, kinerja DPR ini pun menuai apresiasi. Salah satunya pengamat sosial, Dr Salman M.Si. Salman menilai bahwa kinerja DPR dalam menghasilkan produk-produk UU perlu diapresiasi. Meskipun masih ada RUU krusial yang belum disahkan.

"RUU IKN kemudian tentan ASN, itu yang menurut saya krusial ya yang harus diselesaikan. Karena kalau tidak diselesaikan tidak selesaikan akan menjadi problem," katanya.

Dia memang melihat bahwa dari segi kuantitas, produk legislasi memang berkurang. Namun, dari yang sedikit itu ada UU yang berkualitas. DPR dinilai lebih fokus pada kualitas UU.

"Kuantitasnya memang berkurang. Contoh dari prolegnas prioritas itu ada sekitar 20an, tapi yang terealisasi hanya beberapa saja. Tapi dalam prespektif ini saya melihat mungkin yang diuber oleh Baleg DPR itu mungkin mereka lebih fokus kepada kualitas dari UU itu sendiri," tuturnya.