Bagikan:

JAKARTA - Menteri Luar Negeri Qatar pada Hari Senin memastikan negaranya akan tetap melakukan pembayaran rutin dana dukungan untuk Jalur Gaza, Palestina terus berlangsung, seperti yang dilakukan selama bertahun-tahun sebelumnya.

"Kami tidak akan mengubah mandat kami. Mandat kami adalah bantuan dan dukungan berkelanjutan bagi saudara-saudari kami di Palestina. Kami akan terus melakukannya secara sistematis seperti yang kami lakukan sebelumnya," jelas Menlu Mohammed bin Abdulaziz Al-Khulaifi, dilansir dari CNN 11 Desember.

Pernyataan Menlu Khulaifi muncul di tengah meningkatnya kemarahan di Israel mengenai pembayaran bertahun-tahun dari negara Teluk tersebut, berdasarkan kesepakatan yang mengharuskan diplomat Qatar tiba di wilayah Gaza setiap bulan dengan membawa koper berisi uang tunai 15 juta dolar AS.

Kebijakan ini menjadi sorotan, usai serangan Hamas ke wilayah selatan Israel pada 7 Oktober, memicu konflik bersenjata terbaru di wilayah Gaza yang berlangsung hingga saat ini.

Dukungan Qatar dimulai usai Otoritas Palestina (PA) yang memerintah negara itu di Tepi Barat, yang juga berasal dari faksi pesaing Hamas (Fatah), memutuskan untuk menghapus pembayaran gaji pada pekerja pemerintah di Gaza tahun 2017.

Pengiriman uang tunai tersebut mampu membantu membayar pegawai negeri sipil di Gaza. Gambar pada tahun 2018 menunjukkan para pekerja mengantre untuk menerima uang kertas 100 dolar AS.

Israel menyetujui kesepakatan tersebut dalam rapat kabinet keamanan pada Agustus 2018, pada masa pemerintahan Benjamin Netanyahu sebelumnya sebagai perdana menteri. Saat itu, Netanyahu dikritik karena bersikap lunak terhadap Hamas.

Setelah utusan Qatar untuk Gaza, Mohamed Al Emadi, menyerahkan koper pertama berisi uang tunai pada November 2018, Netanyahu membela inisiatif tersebut.

"Saya melakukan semua yang saya bisa dalam koordinasi dengan para ahli keamanan untuk mengembalikan ketenangan di desa-desa (Israel) di selatan, tetapi juga untuk mencegah bencana kemanusiaan (di Gaza). Itu sebuah proses. Saya pikir saat ini, ini adalah langkah yang tepat," ujar Netanyahu ketika itu.

Salah satu pengkritiknya saat itu adalah Menteri Pendidikan Naftali Bennett, yang menyebut dana tersebut sebagai "uang perlindungan." Bennett kemudian menjadi perdana menteri dalam pemerintahan berumur pendek.

Pada Hari Minggu, dia mengatakan kepada CNN telah berhenti mengizinkan pembayaran dilakukan secara tunai ketika dia menjadi perdana menteri, menyebut koper uang tunai tersebut sebagai “kesalahan yang mengerikan.”

"Mengapa kami memberi mereka uang tunai (Hamas) untuk membunuh kami (Israel)?" tanya Bennet.

Pembayaran tunai dihentikan, namun transfer dana ke Gaza terus berlanjut di bawah kepemimpinan Bennett, menurut New York Times.

Pejabat PA mengatakan pada saat itu bantuan tunai mendorong perpecahan antara faksi-faksi Palestina.

Terpisah, Mayor Jenderal Amos Gilad, mantan pejabat senior Kementerian Pertahanan Israel, mengatakan, kebijakan bantuan untuk Gaza tersebut didukung oleh perdana menteri, tetapi tidak oleh komunitas intelijen Israel. Ada juga keyakinan, hal itu akan "melemahkan kedaulatan Palestina," katanya.

Ada juga ilusi, tambahnya, bahwa "jika Anda memberi mereka (Hamas) uang, mereka akan dijinakkan."

Gilad mengatakan dia termasuk di antara mereka yang menentang pemberian izin dana kepada Hamas, dengan mengatakan aliran dana yang diizinkan selama bertahun-tahun adalah “kesalahan yang dramatis dan tragis.”

Dengan dana tersebut, "mereka bisa mengurus masyarakat. Mereka bisa menjaga peningkatan militer, dan membangun kemampuan mereka," kata Gilad pekan lalu.

Diketahui, kritik terhadap PM Netanyahu di kalangan warga Israel melonjak setelah serangan Hamas, menyalahkan perdana menteri karena gagal mencegahnya.