JAKARTA - Untung rugi merupakan hal yang wajar di dunia perbankan. Namun, jika kerugian mencapai angka yang fantastis dan tidak masuk akal, tak salah kalau muncul dugaan adanya indikasi tindak pidana.
Persoalan itu tercermin pada kasus pembobolan dana ATM bank DKI yang mencapai RP32 miliar. Pelaku disebut-sebut merupakan anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang berjumlah 12 orang.
Meski telah diketahui jumlah pelaku pembobolan ATM, sampai detik ini belum ada keterangan yang menjelaskan soal kronologi serta modus dari tindak pindana tesebut. Hanya, ada pernyataan jika pembobolan dilakukan sejak bulan Mei hingga Agustus 2019.
Bahkan, ketika kasus tersebut telah muncul ke publik, justru dikatakan perkara itu masuk dalam tahap penyelidikan oleh Polda Metro Jaya.
"Dirkrimsus sedang masih tahap langkah-langkah penyelidikan," ucap Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Gatot Eddy Pramono di Jakarta, Kamis, 21 November.
Perkembangan terbaru kasus itu disebut telah memeriksa beberapa saksi. Hanya saja, tak disebutkan berapa orang yang sudah dimintai keterangannya. Bahkan, untuk tindak lanjut perkara itu pun masih belum bisa dijabarkan secara merinci.
"Meminta keterangan dari saksi-saksi apakah nanti akan kita tingkatkan ke penyidikan atau tidak tunggu waktu ya," kata Gatot.
Di kesempatan berbeda, Kepala Bidang Pengendalian Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Wahyono mengatakan dari belasan orang yang berasal dari Satpol PP Jakarta Barat, Selatan, Timur, sepuluh di antaranya telah diberhentikan sejak Rabu, 19 November.
Sementara, dua lainnya masih menunggu keputusan dari hasil pemeriksaan pihak kepolisian. Dimana, jika nantinya terbukti bersalah, sanksi tegas akan langsung diberikan.
"Kalau sudah ditetapkan sebagai tersangka kita berhentikan sementara. Kalau berurusan dengan hukum nanti kita lihat, kalau sudah ada keputusan incraht baru ada keputusan kita berhentikan atau tidak," kata Wahyono.
Sementara, Ketua Fraksi PDI-Perjuangan di DPRD, Gembong Warsono mengatakan persoalan ini terjadi lantaran sistem keamanan Bank DKI masih lemah. Apalagi kejadian pembobolan uang di ATM DKI ini sudah terjadi sejak empat bulan lalu.
Terlebih, nominal uang yang ditarik pun mencapai miliaran rupiah. Selain itu, para oknum anggota Satpol PP itu pun tak hanya sekali menarik dari mesin ATM bank DKI.
"Sistemnya tidak beres. Benar (pengamanan belum memadai)," kata Gembong saat dikonfirmasi, Selasa 19 November.
Dengan adanya perkara itu, Gembong menyarankan kepasa pihak Bank DKI untuk segera memperbaiki sistem keamanan. Jika dibiarkan secara terus-menerus, nantinya akan berdampak pada sedikitnya nasabah lantaran tidak percaya dengan sistem keamanan yang dimiliki.
Fraksi juga akan mendorong anggota mereka di Komisi B DPRD DKI Jakarta untuk memanggil Direktur Utama Bank DKI. Dengan tujuan mencari keterangan soal pertanggungjawaban atas aset yang dimiliki warga DKI. Karena menurutnya Bank DKI adalah satu aset warga Ibu Kota.
"Ya Fraksi PDIP meminta kepada temen-temen di Komisi B untuk memanggil Dirut BANK DKI untuk minta pertanggungjawabkannya. Sampai aset Pemprov bisa diambil oleh karyawan DKI itu sendiri luar biasa itu," kata Gembong.
Perlu diketahui, ada 12 anggota Satpol PP yang terlibat dalam pembobolan uang dengan menggunakan kartu debit Bank DKI. Mereka melakukan penarikan di ATM Bersama dengan sengaja menyalahkan pin ATM pada percobaan pertama dan pin yang benar pada percobaan kedua. Hasilnya, uang keluar namun saldo dalam rekening ke-12 anggota Satpol PP tersebut tak berkurang.