Bagikan:

JAKARTA - Tindak lanjut kasus pembobolan uang di ATM Bank DKI sudah pindah tangan dari Pemprov DKI ke kepolisian. Perkara pembobolan Rp32 miliar ini masuk dalam tahap penyelidikan Polda Metro Jaya.

Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI telah memberi sanksi kepada pelaku yang merupakan 12 orang anggota Satpol PP DKI. 10 orang resmi diberhentikan, 2 lainnya yang merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) belum diberhentikan karena menunggu penetapan status sebagai tersangka. 

Tapi, pemberhentian itu tak dirasa cukup puas bagi anggota DPRD DKI Fraksi Gerindra, Purwanto. Purwanto akan mengusulkan pembentukan panitia khusus (pansus) untuk menelusuri dan mengevaluasi manajemen Bank DKI. 

"Mengusulkan supaya anggota legislatif menginvestigasi supaya problem di Bank DKI terbantu dengan investigasi dari pansus, di samping unsur kriminalnya juga diusut (kepolisian)," kata Purwanto saat dikonfirmasi VOI, Kamis, 21 November. 

Menurut Purwanto, kasus ini bukan hanya sebatas pembobolan ATM suatu bank, tapi juga membuka tabir. Ternyata, ada masalah dalam sistem perbankan dan kelemahan manajemen internal Bank DKI. 

Jika dibiarkan, tingkat kepercayaan masyarakat DKI dan pemangku kepentingan kepada Bank DKI selama ini bisa lesap begitu saja. 

"Persoalannya ini kan kepercayaan publik, ini kan lembaga keuangan yang harusnya dijamin keamanan dari nasabah. Kalau sudah kehilangan trust, dia bisa selesai (bangkrut)," ungkap dia. 

Sebenarnya, usulan pribadi Purwanto ini belum disampaikan kepada pimpinan DPRD. Bahkan, kepada ketua Fraksi Gerindra juga belum diajak bicara Purwanto. 

Tapi menurutnya, Gerindra akan menyetujui usulan pembentukan pansus Bank DKI ini. Mengingat, mereka juga merasa ada kerugian yang dirasakan selama menjadi nasabah Bank DKI.

"Saya melihat sih teman-teman (Gerindra) senada ya, karena kelihatan mereka juga banyak juga dirugikan juga," tutur Purwanto. 

"Seperti yang saya alami. Saldo rekening di Bank DKI selalu berkurang tanpa saya ketahui dan potongannya aneh-aneh, ada biaya administrasi, ada fee, dan lainnya. Ketika saya tanyakan ke mereka, jawabannya tidak memuaskan," tambah dia. 

Dalam pemberitaan sebelumnya, 12 anggota Satpol PP yang membobol ATM Bank DKI mulanya melakukan penarikan di ATM Bersama. Mereka dengan sengaja menyalahkan pin ATM pada percobaan pertama dan pin yang benar pada percobaan kedua. 

Hasilnya, uang keluar namun saldo dalam rekening ke-12 anggota Satpol PP tersebut tak berkurang. Pembobolan itu dilakukan secara berbulan-bulan di sekitaran Jakarta Timur dan Selatan.

Ketua Fraksi PDI-Perjuangan di DPRD, Gembong Warsono mengatakan persoalan ini terjadi lantaran sistem keamanan Bank DKI masih lemah. "Sistemnya tidak beres. Benar (pengamanan belum memadai)," kata Gembong. 

Dengan adanya perkara itu, Gembong meminta Bank DKI untuk segera memperbaiki sistem keamanan. Jika dibiarkan secara terus-menerus, nantinya akan berdampak pada sedikitnya nasabah lantaran tidak percaya dengan sistem keamanan yang dimiliki.

Anggota Fraksi PDI Perjuangan yang bertugas di Komisi B DPRD DKI Jakarta juga sudah ditugaskan untuk segera memanggil Direktur Utama Bank DKI. Mereka mau menggali keterangan dan pertanggungjawaban atas aset yang dimiliki warga DKI. Karena menurutnya Bank DKI adalah satu aset warga Ibu Kota.

"Fraksi PDIP meminta kepada temen-temen di Komisi B untuk memanggil Dirut Bank DKI untuk minta pertanggungjawabkannya. Sampai aset Pemprov bisa diambil oleh karyawan DKI itu sendiri luar biasa itu," kata Gembong.

Meski begitu, Sekretaris Perusahaan Bank DKI Herry Djufraini memastikan bahwa kasus yang terjadi tidak berhubungan dengan dana nasabah bank DKI. Ia pun menegaskan bahwa operasional bank DKI berjalan dengan normal.

"Layanan dan kegiatan operasional perbankan tetap berjalan dengan normal. Atas permasalahan ini, sejak awal kami sudah melakukan koordinasi dengan instansi terkait," ucapnya.