Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Koordinator Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi menyebut pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD memiliki kesepahaman dan kesamaan cara pandang dengan Muhammadiyah.

"Menurut saya, dalam berinteraksi dengan keluarga besar Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Jakarta, itu kelihatan bahwa ada kesepahaman antara seluruh pihak yang hadir," kata TGB Zainul Majdi dalam keterangannya di Jakarta, Antara, Kamis, 23 November. 

Menurutnya, Ganjar-Mahfud sanggup menjabarkan segala program untuk memimpin Indonesia lima tahun ke depan dalam acara "Dialog Terbuka Muhammadiyah Bersama Calon Pemimpin Bangsa" di Universitas Muhammadiyah Jakarta, Kamis.

Ketua Harian Nasional DPP Partai Perindo ini juga mengapresiasi inisiatif Muhammadiyah yang telah memberikan ruang bagi para calon pemimpin bangsa untuk mengeluarkan gagasannya.

Dalam diskusi tersebut, sambung TGB, pasangan Ganjar-Mahfud telah menunjukkan kualitasnya. Mereka berdua adalah pasangan capres-cawapres yang memang sangat ideal memimpin Indonesia ke depan.

"Saya pikir ini hal yang sangat penting bahwa beliau berdua (Ganjar-Mahfud) memang calon pemimpin yang memikirkan Indonesia ke depan," ujarnya.

Tak hanya itu, dalam diskusi tersebut, Ganjar-Mahfud menyampaikan tiga hal, yakni soal pembangunan industri, ekonomi yang berkeadilan dan penegakan hukum yang konsisten.

"Banyak yang dibahas. Tadi menurut saya, Ganjar-Mahfud selaku capres-cawapres telah menyampaikan konsen yang sangat kuat ya," tambah TGB.

Sementara itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengingatkan pasangan capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD untuk tidak menebar janji-janji di luar kemampuannya.

"Kalau toh berjanji, berjanjilah yang objektif, untuk dan atas nama bangsa. Jangan bikin janji-janji yang nanti di luar kemampuan," kata Haedar Nasir dalam acara dialog tersebut.

Haedar juga ingin warga Muhammadiyah dan masyarakat sipil lainnya tidak dibuat terlalu susah pada masa yang akan datang.

Dia menyebutkan contoh beberapa peraturan perundang-undangan yang dibentuk tanpa mengindahkan masukan dari Muhammadiyah dan kelompok masyarakat lainnya.

"Ada sejumlah undang-undang ini, Pak Mahfud, yang kami harus tarik ulur luar biasa dan berakhir dengan tidak ada aspirasi yang ditampung. Akhirnya, karena apa yang bisa diputuskan di dewan, di DPR, itu hasil dari oligarki koalisi yang kun fayakun, setiap undang-undang yang dikehendaki, apa pun jadi," katanya.

Padahal, lanjut Haedar, setiap masukan itu untuk kepentingan bangsa dan negara. Oleh karena itu, dia ingin tidak ada lagi undang-undang yang dibuat dengan tempo yang sesingkat-singkatnya.