JAKARTA - Kepala hak asasi manusia PBB telah meminta Israel untuk memberikan timnya akses ke Gaza, guna menyelidiki klaim mengenai Rumah Sakit Al-Shifa.
Israel mengklaim ada pusat komando dan operasi kelompok militan Hamas di bagian bawah rumah sakit tersebut, serta kemungkinan penyimpanan senjata.
"Kita perlu melihat hal ini dengan memiliki akses. Kita tidak bisa bergantung pada salah satu pihak dalam hal ini," terang Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Volker Türk kepada CNN, seperti dikutip 17 November.
Turk menambahkan, situasi tersebut memerlukan "penyelidikan internasional yang independen, karena kita mempunyai narasi yang berbeda."
Sementara itu, Israel berada di bawah tekanan internasional yang semakin besar, untuk mengungkap bukti dari apa yang mereka gambarkan sebagai pusat komando dan kendali Hamas di bawah Rumah Sakit Al-Shifa, ketika pasukan Israel melancarkan serangan ke rumah sakit tersebut pada Rabu dinihari.
Türk menambahkan, rumah sakit selalu mendapat perlindungan khusus berdasarkan hukum kemanusiaan.
"Anda tidak boleh menggunakan warga sipil, terutama rumah sakit, untuk tujuan militer apa pun. Namun Anda juga tidak bisa menyerang rumah sakit tanpa adanya bukti yang jelas," tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, kelompok militan Palestina membantah pernyataan pihak militer Israel yang mengatakan menemukan terowongan operasional kelompok tersebut di Kompleks RS Al Shifa, Jalur Gaza.
"Hari ini, infrastruktur terowongan Hamas terlihat di dalam rumah sakit," kata militer Israel dalam sebuah pernyataan yang juga menyertakan foto dan video.
Menanggapi itu, kantor media pemerintah yang dikelola Hamas membantah mereka menggunakan Rumah Sakit Al-Shifa sebagai pusat komando dan kendali, menyebut klaim Israel sebagai "kebohongan yang tidak berdasar."
BACA JUGA:
Hamas menuduh Israel memberikan "skenario palsu, narasi palsu dan memutarbalikkan informasi tentang Kompleks Medis Al-Shifa," dalam sebuah pernyataan tertulis.
Hamas menyebut klaim terowongan terowongan itu sebagai "skenario konyol", mengatakan itu semua adalah "bagian dari kampanye hasutan dan penipuan yang terus-menerus dilakukan selama bertahun-tahun" untuk membenarkan perang Israel terhadap Gaza.
"Ini adalah upaya gagal untuk menghindari akuntabilitas dan tuntutan hukum di masa depan," kata pernyataan itu.